TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinasi Perekonomian Darmin Nasution memperkirakan tuntutan dari Uni Eropa soal ekspor produk kelapa sawit Indonesia bakal makin keras. Sebabnya, ia menyebut Uni Eropa habis-habisan menghambat produk sawit lantaran kalah bersaing.
"Lah, memang you bisa tutup mulutnya orang Eropa?" ujar Darmin selepas diskusi 'Menciptakan Industri Sawit yang Berkelanjutan' yang diselenggarakan Tempo Media Group dan Kadin Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2019.
Namun, Darmin mengatakan pemerintah sudah menyiapkan beberapa strategi agar di kemudian hari sawit Indonesia bisa masuk Uni Eropa tanpa hambatan. Caranya, Indonesia harus menyelesaikan berbagai urusan di dalam negeri. "Kita bereskan ISPO (Indonesia Sustainability Palm Oil), kita bereskan datanya. Sehingga dia enggak ada alasan, berkurang."
Saat ini, kata Darmin, pemerintah memang tengah menyiapkan peraturan presiden terbaru lantaran ISPO yang diterapkan masih memiliki kelemahan, yaitu kurangnya dukungan untuk perkebunan kecil. Ia mengatakan ke depannya pemerintah akan memberikan pembiayaan untuk perkebunan rakyat melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit.
Dukungan kepada perkebunan rakyat menjadi penting lantaran selama ini para pekebun sawit rakyat masih belum bisa memenuhi standar yang diatur pemerintah. Padahal, ketercapaian standar merupakan bagian dari pengelolaan sawit yang berkelanjutan.
"Kan ada beberapa unsur, yaitu standar pengelolaan dan produk itu harusnya bisa di-handle ISPO dan BPDP. Biodiesel saja bisa ditutup biaya dengan BPDP," kata Darmin. Pemerintah sebelumnya juga sudah mengeluarkan Instruksi Presiden terkait moratorium sawit. Kini pemerintah tengah mendata semua perkebunan sawit, baik perkebunan besar dan perkebunan rakyat.
Nantinya, ia mengatakan data dan koordinatnya perlu bisa dilacak dan tidak bisa dianggap remeh. Sebab, Malaysia pun sudah memiliki data-data tersebut. Intinya, dengan berjalannya ISPO dan moratorium, harapannya Indonesia bisa mengetahui berbagai data kelapa sawit hingga ke data stok sawit yang tersedia.
Berikutnya, Darmin mengatakan pemerintah bakal melanjutkan untuk meremajakan perkebunan sawit rakyat. Saat ini lahan yang siap diremajakan ada sekitar 50 ribu hektare. Adapun dalam setahun pemerintah menargetkan peremajaan 200-400 ribu hektare lahan sawit. Meski, berikutnya pemerintah harus memikirkan pengolahan kayu-kayu sawit yang diremajakan.
"Nanti kita tidak perlu lagi menambah kebun sawit, rakyat juga. Ganti saja," kata Darmin. Dengan peremajaan, produktifitas kebun sawit rakyat bisa meningkat dari 2-3 ton per tahun menjadi 5-7 ton per tahun. Sementara perusahaan besar menjadi 10-12 ton per tahun. Dengan waktu berbuah lebih cepat, yaitu sekitar 3 tahun saja. "Jadi kalau ini semua digabung, baru kelapa sawit berkelanjutan."