TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada 2019 alokasi anggaran riset sebesar Rp 35,7 triliun. Angka itu meningkat dibanding 2017 yang sebesar Rp 24,9 triliun.
Alokasi anggaran itu, kata dia, merupakan bagian dari dana pendidikan 2019 yang mencapai Rp 492,5 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dana riset yang lebih dari Rp 35 triliun itu dialokasikan untuk 45 kementerian dan lembaga.
"Jadi kalau Anda bayangkan, ya diecer-ecer banyak gitu. Makanya tidak terasa," kata Sri Mulyani di Soehanna Hall The Energy Building, Jakarta, 31 Juli 2019.
Dilihat sisi penggunaannya, menurut Sri, 43,7 persen dana riset itu yang benar-benar digunakan untuk penelitian. Sisanya belanja operasional, misalnya untuk jasa iptek, belanja modal dan bahkan untuk pendidikan dan pelatihan.
"Tidak langsung riset tapi supporting. Itu menggambarkan bahwa aktivitas pendukung dan anggaran dananya besar. Ini sesuatu yang harus diteliti dan dikaji apa yang salah. Mungkin 53 persen (penggunaannya)," kata Sri Mulyani.
Ia juga tak lantas menyalahkan keadaan tersebut. Menurut dia, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya infrastruktur membuat belanja operasional lebih besar. Dengan kata lain, tidak ada share services yang membuat peneliti harus mengeluarkan belanja operasional sendiri.
Lebih jauh, Sri Mulyani menanggapi pendapat sejumlah orang yang menyebut angka Rp 35 triliun tersebut kecil. Ia menilai, alokasi anggaran riset itu punya magnitude yang besar.
"Anda bertanya, kok kecil amat? Atau pertanyaan kedua, begitu saya berikan evidence atau data, yang Rp 492 T itu untuk apa saja? Kok kita gak ngerasa. Kalau kata pak presiden ga nendang. Padahal magnitude-nya gede," ujar Sri Mulyani.