TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah masih berupaya berkomunikasi dengan Uni Eropa soal kebijakan penerapan bea masuk terhadap produk biodiesel asal Indonesia. Ia menyebut semua tudingan yang dilontarkan Uni Eropa soal produk kelapa sawit Tanah Air tidak benar.
"Kami berkomunikasi bahwa yang you tuntut itu enggak benar dan ini ada buktinya. Waktunya dari sini sampai September tanggal berapa (penerapan kebijakan bea masuk), jangan you takut-takutin dirimu. Bertarung saja," ujar Darmin dalam diskusi 'Menciptakan Industri Sawit yang Berkelanjutan' yang diselenggarakan Tempo Media Group dan Kadin Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2019.
Menurut Darmin, Uni Eropa tidak punya dasar untuk mengenakan bea masuk terhadap biodiesel Indonesia. Ia pun siap membuktikan hal tersebut kepada Uni Eropa atas semua tuduhan yang dilancarkan. Tapi, Darmin menilai Uni Eropa memang menghalangi produk biodiesel Tanah Air lantaran kalah bersaing.
Bila negosiasi itu tidak membuahkan hasil positif, Darmin mengatakan pemerintah siap untuk mempersoalkan masalah itu ke Organisasi Dagang Dunia alias World Trade Organization atau WTO. "Sudah pasti (maju ke WTO)," ujar dia.
Sebelumnya, produk biodiesel asal Indonesia dikenai bea masuk sebesar 8—18 persen oleh UE. Kebijakan itu berlaku sementara per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Biodiesel Indonesia dikenai bea masuk karena UE menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu. Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir.
Adapun bea masuk tersebut akan diberlakukan untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen, dan Permata Group sebesar 18 persen.
Persoalan sengketa sawit dengan Uni Eropa bukan baru kali ini terjadi. Kala menyadari minyak nabati negaranya kalah saing, Darmin mengatakan Uni Eropa langsung melayangkan gugatan ke Organisasi Dagang Dunia alias World Trade Organization atau WTO.
Tuduhan yang disampaikan adalah Indonesia memberi subsidi kepada industri sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit. "Kita ke WTO dan pada 2018 menang, bagaimana bisa BPDP disebut subsidi? Itu kan kita pungut dan ada akuntasinya benar," kata Darmin. Uni Eropa, kata dia, tak bisa membuktikan Indonesia memberi subsidi terhadap sawit.