Baru-baru ini, Uni Eropa mengenakan bea masuk sebesar 8-18 persen untuk produk biodiesel asal Indonesia. Kebijakan itu berlaku sementara per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Biodiesel Indonesia dikenai bea masuk karena UE menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu. Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir.
Persoalan sengketa sawit dengan Uni Eropa bukan baru kali ini terjadi. Kala menyadari minyak nabati negaranya kalah saing, Darmin mengatakan Uni Eropa langung melayangkan gugatan ke Organisasi Dagang Dunia alias World Trade Organization atau WTO.
Tuduhan yang disampaikan sama, bahwa Indonesia memberi subsidi kepada industri sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit. "Kita ke WTO dan pada 2018 menang, bagaimana bisa BPDP disebut subsidi? Itu kan kita pungut dan ada akuntasinya benar," kata Darmin. Uni Eropa, kata dia, tak bisa membuktikan Indonesia memberi subsidi terhadap sawit.
Lolos dari tuduhan itu, Uni Eropa kembali melakukan upaya membatasi masuknya produk kelapa sawit dengan penerapan RED II. Hal yang dipermasalahkan adalah lantaran perkebunan kelapa sawit disebut tumbuh di atas perubahan penggunaan lahan dan merusak lingkungan. Sehingga, produk sawit masuk ke dalam risiko tinggi.
CAESAR AKBAR