TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center of Reform on, Economics (Core), Yusuf Rendy Manilet, mengatakan bahwa secara keseluruhan sepanjang semester I 2019 kinerja belanja negara tumbuh 10 persen atau mencapai Rp 1.035 triliun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari periode sebelumnya yang sebesar 6 persen, sehingga berpotensi membuat defisit anggaran.
Sebab, kata Yusuf, pertumbuhan belanja negara itu tidak diimbangi pertumbuhan penerimaan negara. Penerimaan negara justru melambat sampai 8 persen pada semester I 2019. "Ini berdampak kepada pelebaran defisit negara," kata Yusuf di Hong Kong Cafe, Jakarta, Selasa, 30 Juli 2019.
Adapun pertumbuhan belanja negara ini, kata Yusuf, secara sigfnifikan dipengaruhi kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri. Juga dipengaruhi oleh pembayaran tunjangan hari raya atau THR untuk seluruh aparatur sipil negara, TNI, dan Polri. Kenaikan gaji seluruh apartur negara sipil negara, TNI, dan Polri itu ditetapkan sebesar 5 persen. Adapun pencairan THR dilakukan pada Mei 2019 lalu.
"Lalu ada juga realisasi belanja kementerian yang diperlukan untuk mendukung kegiatan. Di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ada penambahan, di (Kementerian) Perhubungan juga untuk memperbaiki sarana rel kereta," kata Yusuf.
Yusuf juga mengatakan salah satu capaian terbesar semester I adalah Pemilu yang berdampak kepada belanja pemerintah dan konsumsi. Pemilu ini dilihat dari mulai disalurkannya upah atau gaji dan sebagainya.
Namun, kata dia, kemungkinan membesarnya defisit anggaran melebihi target ini tidak buruk. "Jika melebar asal memberikan efek stimulus. Sayangnya cost anggaran untuk efek multiplier pertumbuhan justru minus. Secara relisasi pertumbuhan belanja modal menjadi 18 persen terhadap target," Yusuf menambahkan.
HENDARTYO HANGGI