Seperti bangunan lainnya, Bandara Sultan Iskandar Muda juga sempat mengalami kerusakan saat terjadi bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004. Beruntung, bandara tidak terkena hantaman gelombang tsunami sehingga tetap bisa digunakan.
Selama masa tanggap darurat bencana, Bandara SIM difungsikan sebagai titik pengiriman bantuan dari seluruh dunia. Semua logistik yang dikirim untuk membantu masyarakat Aceh dipusatkan di Bandara SIM sebelum disalurkan kepelbagai daerah. Bahkan, wilayah di sekitar bandara juga sempat digunakan sebagai tempat pengungsian masyarakat disaat situasi kritis melanda Aceh.
Lima tahun setelah bencana gempa bumi dan tsunami Aceh, Bandara SIM kembali dikembangkan. Kali ini perubahan besar-besaran dilakukan dengan pembangunan gedung terminal penumpang baru, perpanjangan landasan pacu menjadi 3.000 meter, memperluas apron, hingga membangun menara ATC.
Sesuai dengan wajah Aceh yang bernuansa Islami, Bandara Internasional SIM juga dibangun dengan perpaduan arsitektur Islam. Ada tiga kubah indah yang melambangkan tiga keistimewaan Aceh, yaitu agama, budaya dan pendidikan.
Pada 6 Agustus 2009, Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono langsung hadir untuk meresmikan bandara dengan luas total 14.144 meter persegi sekaligus yang terbesar di Provinsi Aceh tersebut.
DARI BERBAGAI SUMBER