“Upah di Jawa Barat itu ada yang sangat tinggi, di antaranya tertinggi di Indonesia yaitu di Karawang. Ada juga upah yang daerah lain seperti Majalengka dan Pangandaran di bawah Rp 2 juta. Tapi masih banyak perusahaan yang keluar dair Jawa Barat, dia pindah keluar negeri, ada yang ke Jateng dan sebagainya,” kata Ridwan Kamil.
Dedy mengatakan, sistem upah saat ini membuat kinerja usaha tidak efisien. Dia mencontohkan, protes upah setiap tahun lewat unjuk rasa justru seringnya terjadi di daerah dengan nilai upah yang sudah tinggi seperti di Karawang dan Bekasi. “Daerah dengan upah yang rendah, di bawah, hampir tidak pernah unjuk rasa. Mereka menyukuri ada industri yang datang ke sana,” kata dia.
Rapat bersama ILO pun, tutur Dedy, membahas masalah upah. Salah satu bahasannya soal pengelompokan jenis industri berdasarkan besaran upahnya di daerah. “Di daerah yang sudah tinggi khususnya untuk padat modal, padat karya disentralkan di tempat-tempat seperti di Majalengka, Pangandaran, Ciamis, Garut, dan sebagainya. Dengan yang namanya zona ini pasti tidak akan terjadi gejolak-gejolak seperti hari ini,” kata dia.
Sesuai pernyataan Ridwan Kamil, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat membernarkan bahwa dalam 3 tahun terakhir terdapat 21 pabrik yang pindah dari Jawa Barat, dan 143 pabrik tutup. Dari total 164 pabrik tersebut, sebanyak 48 persen merupakan pabrik garmen, 21 persen pabrik tekstil, dan sisanya manufaktur lain.
AHMAD FIKRI