TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia alias Walhi meminta PT Pertamina (Persero) untuk tuntas dalam melakukan upaya pemulihan ekosistem laut, pantai, dan mangrove yang terkena dampak tumpahan minyak. Hal ini berkaitan dengan kasus kebocoran minyak di sekitar anjungan lepas pantai YY Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java alias PHE ONWJ.
"Tumpahan minyak di perairan laut dan pantai Karawang telah mengancam sumber-sumber kehidupan dan keberlanjutan layanan alam,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Meiki Paendong dalam keterangan tertulis, Senin, 29 Juli 2019. Ia pun mendorong perseroan untuk melakukan audit terhadap prosedur kerja dan peralatan di lokasi lain blok ONWJ, anjungan Echo, Bravo, Mike dan Zulu.
Berdasarkan data Walhi hingga 18 Juli 2019, pencemaran minyak akibat kelalaian pengeboran produksi minyak sumur itu menyebabkan 45,37 kilometer persegi lautan terdampak. Data luasan tercemar itu diperoleh dari citra satelit ESA sentinel 1 yang bisa diakses oleh publik.
Walhi memprediksi luasan itu bakal terus bertambah karena sumber pencemarannya masih belum teratasi. Pasalnya, angin mendorong pencemaran minyak ke arah barat, hingga ke wilayah pulau Untung Jawa di Kepulauan Seribu.
"Pencemaran ini bila tidak dikendalikan akan mencapai kepulauan seribu, kehidupan nelayan dan pariwisata di kepulauan seribu yang selama ini bergantung dengan kondisi laut akan sangat terganggu," ujar Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Achmad. "Sudah ada beberapa laporan nelayan tumpahan minyak sudah mencapai bagian timur Kepulauan Seribu.”
Pengkampanye Energi dan Perkotaan Walhi Eksekutif Nasional Dwi Sawung menambahkan bahwa pencemaran ini seharusnya bisa dikendalikan dan masyarakat terdampak mestinya mendapatkan pengetahuan dan informasi dari dampak-dampak yang akan terjadi dan selama apa.
"Kami melihat masyarakat yang membantu menangani tumpahan minyak tidak mendapat pengetahuan tentang bahaya dan standar operasi penanganan tumpahan minyak yang sama dengan pegawai Pertamina," ujar dia. "Pemerintah harus mengaudit Pertamina karena kecelakaan yang terjadi dalam waktu tidak lama setelah peristiwa Balikpapan tetapi peringatan kepada masyarakat terdampak tidak dilakukan dengan segera”
Sebelumnya, Pertamina terus mengintensifkan penanganan operasi pasca peristiwa oil spill di sekitar anjungan lepas pantai YY PHE ONWJ dengan memasang lima unit Giant Octopus Skimmer dan membentang 5 x 400 meter Static Oil Boom di sekitar anjungan YY di wilayah Karawang Jawa Barat.
Strategi ini dinilai efektif menanggulangi masalah saat ini. Static Oil Boom mampu menahan penyebaran, sedangkan Giant Octopus Skimmer digunakan untuk mengangkat oil spill yang tertampung di Static Oil Boom tersebut.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan bahwa Static Oil Boom ditempatkan di sekitar anjungan YY yang diindikasikan terdapat sumber utama keluarnya minyak mentah sehingga dapat mengisolasi minyak tersebut agar tidak melebar kemana-mana di lautan. "Pertamina juga menurunkan 5 Giant Octopus Skimmer yang dapat menyedot oil spill dengan kecepatan tinggi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, kemarin.
Alat ini dinilai mampu mengangkat minyak dengan kecepatan sekitar 250 ribu liter per jam. Selanjutnya oil spill dipompa ke kapal-kapal untuk penampungan sementara. Selain penggunaan Static Oil Boom dan Giant Octopus Skimmer, Pertamina juga tetap menyiagakan puluhan kapal yang membentangkan Dynamic Oil Boom secara berlapis, sehingga mengurangi potensi oil spill yang tidak tertangkap dan terbawa arus sampai ke pesisir pantai.