TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah diminta berani memangkas subsidi energi dan mengalihkannya untuk memperluas jaringan infrastruktur gas bumi. Langkah tersebut dinilai akan memberikan keuntungan dalam jangka panjang karena mayoritas blok migas yang dieksplorasi saat ini memiliki kandungan gas yang lebih besar dibandingkan minyak bumi.
"Subsidi energi sebaiknya dikurangi dan dananya dialihkan untuk membangun jaringan gas. Kita jangan terjebak terus pada energi impor. Sumber gas kita banyak," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Syaikul Islam dalam keterangan pers, Ahad 28 Juli 2019.
Menurut Syaikul, subsidi energi selama ini terlalu besar dan tidak memberikan solusi dalam jangka panjang. Sebagai contoh subsidi, dalam tiga tahun terakhir subsidi LPG terus melambung dari Rp25 triliun (2016), Rp39 triliun (2017) dan Rp 64 triliun (2018).
"Bayangkan dengan 10 persen biaya subsidi LPG itu, berapa panjang pipa gas yang bisa dibangun. Berapa ratus ribu rumah tangga yang bisa menikmati energi gas bumi yang lebih efisien. Paradigma pengelolaan harus digeser dari energi impor ke produk sendiri," tutur Syaikul.
Pemerintah telah berkomitmen untuk terus membangun jaringan gas (jargas) untuk rumah tangga. Melalui sinergi dengan 54 kabupaten/kota, Kementerian ESDM didukung sinergi holding migas dan subholding gas bumi, bakal membangun jargas 293.533 sambungan rumah (SR) senilai Rp 3,2 triliun di tahun 2020.
Pemerintah baru saja menetapkan PT Pertamina sebagai operator Blok Corridor yang kaya gas bumi mulai 2026 hingga 2043. Hingga semester I/2019, SKK Migas mencatat bahwa produksi blok Corridor sebanyak 827 juta MMSCFD setara dengan 13,99 persen dari total produksi gas domestik pada periode yang sama, 5.913 MMSCFD.
"Kami harap manfaat gas bumi dapat dirasakan oleh masyarakat yang berujung pada peningkatan daya saing dan kemampuan ekonomi masyarakat secara riil. Selain rumah tangga, sektor UMKM juga akan mendapat manfaat ekonomi yang cukup signifikan dimana mereka bisa menggunakan energi gas bumi yang ramah lingkungan dan lebih kompetitif dibanding energi lain," ujar Plt Dirjen Migas, Djoko Siswanto di Jakarta 26 Juli 2019.
BISNIS