TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. telah merevisi dan menyajikan ulang laporan keuangan tahun 2018-nya pada Jumat lalu. Meski demikian, sanksi yang dijatuhkan kepada maskapai pelat merah itu tetap melekat.
"Walaupun sudah ada rilis ulang, sanksi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Kemenkeu tetap dinyatakan berlaku," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti kepada Bisnis, Jumat 26 Juli 2019.
Seperti diketahui Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia telah memberikan sanksi terhadap Laporan Keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tahun 2018.
Pihak Garuda diminta untuk melakukan penyajian ulang laporan keuangan tahun buku 2018. Tak hanya itu sanksi denda juga diberikan oleh Oritas Jasa Keuangan (OJK) kepada pihak Garuda.
Terkait denda tersebut, Nufransa memastikan bahwa pihak-pihak yang dijatuhkan sanksi oleh OJK, telah menunaikan kewajibannya.
"Direksi, komisaris dan korporasi GIAA yang terkena sanksi OJK sudah membayar kewajiban terkait sanksi masing," tukasnya.
Sebelumnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menyajikan ulang Laporan Keuangan perusahaannya periode tahun 2018. Hal itu sejalan dengan hasil putusan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu.
"Dalam laporan restatement ini Garuda Indonesia mencatatkan net loss sebesar US$ 175,028 juta (sekitar Rp 2,45 triliun dengan kurs Rp 14.000 per dolar AS), dari sebelumnya laba sebesar US$ 5,018 juta (sekitar Rp 70,25 miliar)," ujar VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan dalam keterangan tertulis, Jumat, 26 Juli 2019.
Dalam laporan anyar itu, Garuda mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$ 4,37 Miliar, alias tidak mengalami perubahan dari laporan pendapatan sebelumnya. Sementara itu, pendapatan usaha lainnya alias pendapatan lain-lain, terkoreksi menjadi US$ 38,8 Juta dari sebelumnya US$ 278,8 juta.
BISNIS | CAESAR AKBAR