TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan atau Kemendag menuding Uni Eropa (EU) melaksanakan strategi besar yang terstruktur untuk mengisolasi produk biodiesel yang akan diekspor ke negara tersebut. Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati menuding EU tengah melakukan kebijakan proteksionis.
"Intinya adalah EU nggak mau minyak nabati mereka yang dihasilkan di Eropa itu tersaingi oleh minyak nabati dari negara tropis, karena palm oil itu sangat efektif kan dari segala parameter," kata Pradnyawati di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat 26 Juli 2019.
Pradnyawati mengatakan biodiesel atau minyak nabati yang dihasikan oleh minyak sawit Indonesia dianggap lebih kompetitif dibandingkan milik EU. Minyak nabati yang dihasilkan EU yang berasal dari kedelai atau biji bunga matahari dianggap terlalu mahal serta jumlahnya terbatas.
Sebelumnya, produk biodiesel asal Indonesia dikenai bea masuk sebesar 8—18 persen oleh Uni Eropa. Kebijakan itu berlaku sementara per 6 September 2019, dan rencananya ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Biodiesel Indonesia dikenai bea masuk karena UE dituding menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir.
Pradnyawati menjelaskan, meski dikenai bea masuk, nilai bea masuk biodiesel itu masih bisa berubah. Perubahan bisa dilakukan karena dengan kebijakan yang masih bersifat sementara sejalan dengan penyelidikan yang masih berlangsung.
"Penyelidikan ini belum tuntas, masih dua per tiga jalan, karena biasanya baru 1-1,5 tahun selesai," kata Pradnyawati.
Adapun pemerintah saat ini masih belum menerima final determination atau keputusan final terkait kebijakan tersebut. Karena itu, pemerintah Indonesia masih memiliki waktu untuk menanggapi, merespon dan meyanggah tuduhan Komisi Eropa tersebut.
Sementara itu, sengketa mirip melawan Uni Eropa juga pernah terjadi pada tahun 2013 dan 2017. Saat itu, atas keputusan UE, Indonesia mengajukan gugatan ke WTO mengenai tuduhan terkait subsidi dan antidumping terkait CPO. Dalam keputusan WTO, Indonesia berhasil menang lantaran hasil penyelidikan UE dinilai ada kesalahan perhitungan.