TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mengelar rapat dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN pada Jumat, 26 Juli 2019. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan rapat tersebut membahas mengenai proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
"Pembangunan ini bersama dengan Sarawak Energy dengan Inalum, dengan PLN ya, nilainya sekitar US$ 2 miliar dengan kapasitas 1.350 megawatt," kata Luhut saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta Pusat, Jumat 26 Juli 2019.
Luhut mengatakan rencananya pembangunan PLTA akan dilakukan di Tanah Kuning, Bulungan, Kalimantan Utara. Dia meminta rencana pembangunan atau feasibility studies bisa selesai tahun ini. Sebab, pemerintah menargetkan konstruksi awal bisa mulai dilakukan satu tahun mendatang.
Direktur Pengadaan Strategis I PLN Sripeni Inten Cahyani mengatakan rencana pembangunan PLTA di Tanah Kuning tersebut telah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Menurut dia, keberadaan PLTA bakal mendukung industri dan pelabuhan yang masuk dalam Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Tanah Kuning.
"Pembangunan PLTA ini akan dukung industri smelter di sana, jadi memang butuh listrik di sana, dan itu memang hanya bisa dipenuhi oleh PLTA," kata Sripeni kepada awak media usai mengikuti rapat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jumat.
Dia mengatakan sampai dengan Commercial Operation Date (COD) atau sebelum pembangkit beroperasi secara komersial, pembangit tersebut butuh waktu hingga 5-6 tahun. Usai siap COD, listrik PLTA akan siap mengaliri listrik untuk industri seperti smelter salah satunya dari Inalum.
Dengan adanya PLTA ini, Sripeni berharap, Indonesia tidak lagi menjadi eksportir raw material alumina yang diubah menjadi aluminium sebab telah memiliki smelter di Tanah Kuning. Sripreni menuturkan jika PLTA tersebut selesai dibangun dan beroperasi bisa menjadi PLTA terbesar di Indonesia.