TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan tidak sejalannya kuota impor garam dengan produksi menyebabkan garam rakyat produksi tahun 2018 di Jawa Timur tidak terserap. "Ini bukan oversupply kalau regulasi impor garam bisa berseiring dengan tata cara menghitung produksi garam rakyat," ujar Khofifah di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Kamis, 25 Juli 2019.
Pasalnya, Khofifah yakin produksi garam di Jawa Timur sudah memenuhi standar kebutuhan industri, mengingat sekitar 80 persen tambak di sana sudah mengaplikasikan geomembran. Dengan metode itu, garam yang dihasilkan relatif bersih dari campuran lumpur, atau sekitar 60 persen garam di sana memiliki kadar NaCl di atas 97 persen. "Itu artinya masuk kualifikasi garam industri."
Tidak sinkronnya kebijakan impor garam dengan produksi rakyat, menurut Khofifah, bisa diselesaikan dengan adanya data tunggal garam. Data itu, menurut dia mesti meliputi banyak produksi garam nasional, jumlah garam yang memenuhi kriteria industri, hingga kebutuhan industri. Dari data tersebut, baru lah pemerintah menetapkan kota impor.
"Harus ada single data. Kebutuhan betul enggak 4,5 juta ton. Kan ada data begitu. Produksi 2,7 juta ton betul enggak. Sisanya 1,3 juta ton. Data ini disinkronkan sore ini. Kita tunggu rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Maritim," kata Khofifah.
Ia mengatakan data prediksi produksi garam tahun ini juga semestinya sudah dikantongi oleh pemerintah daerah dan sudah disinkronkan, namun ia belum mau mengungkap angkanya.
Dengan data tersebut, Khofifah berharap pemerintah tidak berlebihan mengimpor garam. Pasalnya, ketika impor terlalu banyak, garam rakyat tidak bakal terserap. Apalagi, dalam waktu dekat, yaitu Agustus hingga September, para petambak akan memasuki periode panen raya garam.
"Agustus dan September itu puncak panen raya garam. Maka mereka menyampaikan agar pemerintah stop imporhgaram industri. Karena kebijakan garam adalah kebijakan nasional, maka kami menyampaikan pada Menko Maritim," ujar Khofifah.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, serapan dari industri mencapai 1.009.000 ton hingga awal Juli 2019, dari target 1.128.000 pada akhir bulan. Serapan itu dilakukan oleh perusahaan yang telah meneken nota kesepahaman dengan pemerintah.
Dari segi impor, Kemenperin mencatat realisasi pada semester I 2019 telah mencapai 1,2 juta ton atau setara 40 persen dari kuota impor pada tahun ini yang sebesar 2,7 juta ton. Adapun sisa kuota impor tahun ini diyakini akan dipergunakan pada semester II 2019. Kuota impor garam diberikan kepada sejumlah industri, seperti pengolahan garam, CAP, perusahaan kertas, perusahaan farmasi, hingga kosmetik.
Sementara, pada pertengahan bulan ini PT Garam baru menyerap garam petani sebesar 4.000 ton dari total 75.000 ton pada tahun 2019. Angka ini lebih rendah ketimbang tahun lalu, kala perseroan menyerap 120.000 ton dari total produksi garam rakyat sekitar 2,3 juta ton.