TEMPO.CO, Jakarta - Wanita asal Solo, YI merasa sangat dipermalukan oleh salah satu perusahaan financial technology atau fintech. Perusahaan tersebut mengirim fotonya dan diberi keterangan yang sangat vulgar ke semua orang yang ada dalam kontak telepon genggamnya.
Menurut YI, kontak yang ada dalam telepon genggamnya bukan hanya teman dan kerabatnya. "Tapi juga klien dan teman kerja," kata YI yang merupakan staf marketing di salah satu perusahaan garmen di Solo, Kamis 25 Juli 2019.
YI menceritakan bahwa dia tergiur promosi pinjaman online yang diterimanya melalui pesan pendek atau SMS. Dalam SMS tersebut terdapat link untuk mengunduh aplikasi fintech tersebut.
Syarat untuk mengajukan pinjaman cukup mudah, hanya mengirimkan foto diri dengan kartu identitasnya. Namun, ternyata perusahaan aplikasi mencuri data-data dalam telepon genggamnya tanpa disadari.
"Saat meng-install. Aplikasi itu lalu meminta izin untuk mengakses data-data dalam handphone," katanya. Proses tersebut dinilai lazim seperti saat menginstal aplikasi lain, sehingga dia mengizinkannya tanpa pikir panjang.
Dia baru menyadarinya setelah utang tersebut jatuh tempo. Seseorang tiba-tiba mengundangnya dalam sebuah grup di aplikasi WhatsApp. "Isi grup tersebut adalah orang-orang yang ada dalam kontak telepon saya," katanya.
Di dalam grup tersebut orang-orang yang diduga berasal dari fintech itu mempermalukannya. Salah satunya adalah dengan memasang poster foto dirinya disertai tulisan "Dengan ini saya menyatakan bahwa saya rela digilir seharga Rp 1.054.000 untuk melunasi hutang saya di aplikasi INCASH. Dijamin puas."
YI terpaksa menelepon anggota grup tersebut satu per satu untuk menjelaskan duduk perkaranya. "Untungnya banyak yang pengertian dan memilih keluar dari grup tersebut," katanya. Meskipun, gambar tersebut ternyata juga disebar melalui media sosial lainnya.
Tim teknologi informasi dari LBH Solo Raya, I Made Ridha Ramadhan mengatakan aplikasi fintech ilegal memang sangat berbahaya. "Mereka menyedot data-data dalam handphone peminjamnya," katanya. Termasuk, foto-foto dan file pribadi yang tersimpan di dalamnya.
Pencurian data itu juga membuat posisi peminjam akan terus terlacak. "Sehingga tidak mungkin bisa lari," kata Ridha. Dia meminta masyarakat berpikir ulang sebelum memutuskan meminjam ke perusahaan fintech ilegal apalagi di aplikasinya meminta izin mengakses data yang ada di ponsel nasabah.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam L. Tobing sebelumnya menilai penagihan utang dengan cara seperti itu sangat tidak manusiawi. Ia juga meminta penegak hukum segera melakukan proses penegakan hukum terhadap fintech tersebut.
Menurut Tongam, polisi harus mencari orang dan perusahaan fintech yang membuat poster itu. "Kami juga sudah dapat info ini. Cara seperti ini tidak bisa kita tolerir. Ini sudah sangat tidak manusiawi," kata Tongam saat dihubungi, Rabu, 24 Juli 2019.