TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyebutkan sedikitnya ada dua syarat utama untuk mendorong iklim investasi lebih bergairah. Dua syarat itu adalah penurunan suku bunga dan kemudahan perizinan usaha dan pembiayaan.
"Kalau tingkat bunga turun, tentu investment harapannya akan naik, tentu yang juga harus dilakukan proses investasinya harus mudah," kata Chatib yang juga Komisaris Utama PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) ini saat ditemui dalam diskusi Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2019.
Chatib sepakat dengan pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi beberapa waktu lalu dalam acara Visi Indonesia di Sentul International Convention, Bogor, bahwa perizinan investasi harus dipermudah. Saat itu, Jokowi meminta semua hal yang menghambat investasi harus dipangkas, salah satunya perizinan yang lambat, dan berbelit-belit. "Kalau bunganya turun, tapi dia untuk dapat izinnya susah ya ga bisa invest juga," kata Chatib.
Untuk diketahui, pada November 2018, Bank Dunia menyatakan indeks kemudahan berbisnis di Indonesia masih kalah dari negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, maupun Vietnam. Namun selain kemudahan izin berusaha, persoalan pembiayaan juga dinilai sangat penting. "Kalau anda jalanin proyeknya gampang, tapi biayanya masih mahal, kan anda ga bisa invest juga, jadi kombinasi dari dua hal itu mesti jalan," kata Chatib.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto. Berdasarkan laporan dari sejumlah pengusaha perikanan di daerah Bitung, Sulawesi Utara, perizinan industri dinilai masih gampang-gampang susah. “Masih ada yang tumpah tindih dan susah untuk cepat,” kata dia.
Selain kesulitan di bidang perizinan industri, para pengusaha di sektor ini juga masih mengalami kesulitan dalam hal izin kapal dan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) karena semakin banyaknya perubahan di internal pemerintah. “Tiba-tiba gak boleh ini, gak boleh itu, di Undang-Undang boleh izin dua Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), tapi dikasih cuma satu WPP, kami pasrah saja,” ucap Yugi.
Semetara itu, Komisaris independen PT Bank Mega Tbk (MEGA) atau Bank Mega, Aviliani sepakat dengan Chatib Basri bahwa penurunan suku bunga acuan tidak akan otomatis membuat investasi langsung naik. Salah satu persoalannya ada pada likuiditas perbankan.
Menurut dia, likuiditas maupun Dana Pihak Ketiga (DPK) dari bank-bank BUKU I, II, dan III, tidak mengalami kenaikan signifikan, seperti yang dialami bank BUKU IV. “Artinya (perbankan) gak bisa menaati penurunan suku bunga karena mereka juga butuh dana,” kata Aviliani.
Dengan kondisi ini, maka hanya bank BUKU IV saja yang akan mudah menggelontorkan pembiayaan untuk investasi karena memiliki dana murah. Enam bank masuk di dalamnya yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BCA, Bank CIMB Niaga, dan Bank Panin.
Selain itu, kendala juga ada di sisi pemerintah sendiri karena saat ini, bunga dari obligasi masih lebih tinggi, meski pajaknya lebih rendah. “Ini jadi salah satu pesaing (bagi perbankan) untuk (memperoleh) sumber dana di masyarakat,” ujar Aviliani.
Untuk itu, Aviliani menilai penurunan suku bunga acuan bisa memacu peningkatan investasi ini ketika ada relaksasi sejumlah aturan. Ia mencontohkan bagaimana Bank Indonesia membuat relaksasi berupa kebijakan pelonggaran loan-to-value-ratio (LTV) atau uang muka Kredit Perumahan Rakyat (KPR) pada 1 Agustus 2018.
Namun masalahnya, sebagian lembaga pembiayaan yang masih memberi syarat penghasilan tetap sebagai syarat KPR perlu diatur kembali. “Sekarang ini sektor informal kan makin naik di Indonesia,” ujar Aviliani.