TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama dengan Kementerian Luar Negeri mengelar kegiatan workshop atau pelatihan peningkatan kapasitas di bidang kelautan dan perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pelatihan ini diberikan bagi sejumlah negara di Afrika.
"Jadi workhsop tersebut untuk melatih mereka menganalisa kejahatan di bidang kelautan dan perikanan seperti unreported dan unregulated fishing," kata Susi saat mengelar konferensi pers di Gedung Mina Bahari III, Jakarta Pusat, Senin 22 Juli 2019.
Workshop tersebut digelar guna menindaklanjuti hasil kesepakatan Pemerintah Indonesia dalam forum Indonesia-Africa Maritime Dialoge yang diselenggarakan pada 29 Oktober 2018 silam. Adapun beberapa negara Afrika yang mengikuti pelatihan ini adalah Tanzania, Madagascar, Mauritius, Mozambique dan Namibia.
Menurut Susi, terkait invetigasi, analisa dan pencegahan illegal fishing tersebut Indonesia saat ini dinilai lebih maju dibandingkan negara di Afrika. Indonesia dianggap berhasil karena mampu mendorong negara yang tergabung dalam G20 mengadopsi soal illegal, unreported dan unregulated (IUU) fishing.
"Negara-negara itu telah sepakat bahwa IUU fishing adalah kejahatan serius transnasional yang harus disikapi bersama," kata Susi.
Susi menjelaskan, persoalan yang kini dihadapi oleh negara-negara di Afrika tersebut pernah dialami Indonesia lima tahun lalu. Namun, Indonesia telah lebih maju karena memulai dengan menelurkan kebijakan lewat melakukan moratorium penangkapan ikan oleh kapal asing hingga penenggelaman kapal yang melakukan illegal fishing.
Selain itu, Susi juga menjelaskan, kegiatan ini digelar sebagai salah satu upaya Pemerintah Indonesia dalam mendorong IUU Fishing diakui sebagai salah satu kejahatan lintas negara. Jika lolos nantinya, IUU Fishing bakal masuk sebagai salah satu resolusi dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB.
Menurut Susi Pudjiastuti, saat ini baru ada 16 negara yang telah berkomitmen atau menyepakati bahwa IUU Fishing adalah kejahatan lintas negara. Dalam hal ini, untuk masuk sebagai salah satu resolusi PBB, perlu komitmen sebanyak 70 negara anggota.
DIAS PRASONGKO