TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyebut pemerintah Indonesia telah memberikan lebih dari 4.500 bantuan hukum untuk warga miskin dan rentan miskin. Pernyataan ini disampaikan Bambang di depan para delegasi internasional, dalam acara Building Momentum on the Grand Challenge on Inequality and Exclusion di New York, Amerika Serikat, Rabu, 17 Juli 2019.
Pemberian bantuan hukum ini merupakan satu dari tiga komponen pembangunan inklusif dan berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah dipetakan oleh pemerintah. “Akses keadilan bagi semua orang, diukur dengan bantuan hukum untuk orang miskin dan akta kelahiran untuk semua anak yang baru lahir,” kata Bambang dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 18 Juli 2019.
Menurut Bambang, identitas hukum di Indonesia sebagai tanda pengakuan dan perlindungan dasar manusia semakin membaik. Perbaikan ini didukung oleh meningkatnya pencatatan akta kelahiran resmi untuk populasi anak-anak yang tinggal di dua kuintil terbawah atau kuintil atas.
Komponen kedua adalah masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan. Kondisi ini tercermin dari pencapaian dalam indikator kekerasan terhadap anak, lingkungan yang aman, HAM, dan implementasi demokrasi. Lalu komponen ketiga adalah lembaga yang efektif, akuntabel, dan inklusif. “Ini ditentukan oleh pencapaian pencegahan korupsi, laporan akuntabilitas keuangan, dan akses informasi publik,” kata Bambang.
Bambang menyebut pemerintah Indonesia memang masih berjuang melawan praktik korupsi yang merugikan kelompok rentan. Untuk itu, Indonesia mengembangkan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) untuk mengukur tingkat permisif masyarakat terhadap perilaku anti korupsi.
Tahun 2017, IPAK Indonesia menunjukkan peningkatan menjadi 3,17, dari semula 3,59 pada 2015. Angka ini kemudian menurun menjadi 3,66 pada 2018. “Skor IPAK yang lebih tinggi menunjukkan nilai intoleransi yang lebih tinggi terhadap praktik korupsi,” ujarnya.
Bagi Bambang, pembangunan inklusif berbasis HAM ini merupakan upaya untuk mengurangi kesenjangan warga miskin dan kaya. Indonesia, kata dia, mengakui kesetaraan tidak bakal tercapai tanpa pembangunan inklusif ini. Sebagai acuan, pemerintah pun bersandar pada tujuan pembangunan global atau sustainable development goals (SDGs) yang juga dijalankan negara lain di dunia.
FAJAR PEBRIANTO