TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berupaya membuat jalur khusus untuk angkutan barang yang melintas di ruas tol Jakarta hingga Karawang guna menekan biaya pengiriman logistik. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan pihaknya tengah mengusulkan rencana jalur khusus tersebut ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Kan selama ini mereka pakai tol, makanya terhambat, biaya logistik jadi tinggi," ujar Budi saat ditemui seusai acara Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2019 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Kamis, 18 Juli 2019.
Menurut Budi, jalur logistik dari Ibu Kota menuju kawasan industri di Karawang idealnya ditempatkan di luar jalan tol. Saat ini pihaknya tengah membuat kajian untuk pembangunan akses khusus tersebut.
Kritik terhadap mahalnya biaya logistik sebelumnya pernah dilontarkan ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Esther Sri Astuti. Ia mengatakan pemerintah semestinya memperbaiki manajemen logistik untuk menjaga stabilitas harga.
Manajemen itu salah satunya meliputi lamanya masa pengiriman barang yang berdampak pada panjangnya rantai distribusi. Sementara itu pengamat transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, menilai, tingginya biaya logistik menyebabkan harga komoditas turut melonjak.
Ellen mencontohkan, wujud nyata mahalnya biaya pengiriman logistik adalah perbandingan harga jeruk Cina dan Medan di pasar. Lantaran ongkos antar yang tinggi, jeruk asli Medan acap kalah murah dengan jeruk asal Negeri Tirai Bambu.
Ia menyayangkan pembangunan infrastruktur yang gencar tak diimbangi dengan perbaikan manajemen logistik. "Infrastruktur sudah mulai dibangun, tapi dibanding negara lain kita punya biaya logistik yang lebih tinggi. Ini persoalan," ujar Ellen pada 12 Juni 2019 lalu.
Berdasarkan data yang ia paparkan kala itu, biaya logistik Indonesia saat ini terhitung paling tinggi di Asia. Biaya logistik mencapai hampir 25 persen dari pendapatan domestik bruto atau PDB. Sedangkan di negara lain, seperti Cina, biaya logistik tercatat kurang dari 15 persen dari PDB.