TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengatakan 80 persen perusahaan sawit di Indonesia saat ini bermasalah. Mengutip data Bank Dunia, Luhut menyatakan perusahaan sawit umumnya berperkara karena persoalan luas lahan, lingkungan, dan plasma.
“Laporan Bank Dunia (sebut perusahaan sawit) bermasalah karena dapat izin, (padahal) tidak ada plasmanya. Sekarang mau diapakan?” ujar Luhut saat ditemui di kantornya, Jakart Pusat, Selasa, 16 Juli 2019.
Luhut mengusulkan adanya sanksi bagi perusahaan-perusahaan sawit yang berperkara. Ia mengatakan semestinya perusahaan membayar penalti kepada pemerintah. Sanksi tersebut dapat berupa denda atau amnesty alias pengampunan. “Dia bayar penalti seperti tax amnesty dan harus tuntas,” ujarnya.
Sawit, ujar Luhut, saat ini menyumbang kontribusi yang besar untuk devisa hingga penyerapan tenaga kerja. Jika dibandingkan dengan wilayah lain, wilayah-wilayah dengan ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki pengurangan tingkat kemiskinan.
Pada 2018, devisa yang bermuasal dari sawit mencapai US$ 20,54 miliar atau sekitar Rp 284 triliun. Dari total ekspor sawit ke mancanegara, India dan Eropa menempati negara terbesar yang mengimpor sawit Indonesia. Belakangan, Cina juga turut menggenjot impor sawit dari Tanah Air.
Hingga berita diturunkan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) belum bisa dikonfirmasi terkait pernyataan Luhut Pandjaitan. Tempo berupaya menghubungi Ketua Gapki Joko Supriyono, tetapi pesan yang dilayangkan Tempo belum direspons.