TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Onny Widjanarko mengatakan Utang Luar Negeri atau ULN Indonesia pada akhir Mei 2019 tumbuh melambat dengan struktur yang sehat. ULN Indonesia pada akhir Mei 2019 tercatat sebesar US$ 386,1 miliar yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 189,3 miliar dolar AS, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar US$ 196,9 miliar.
BACA: Besok Lelang Surat Utang Negara, Pemerintah Ingin Raup Rp 15-30 T
"ULN Indonesia tersebut tumbuh 7,4 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 8,8 persen (yoy)," kata Onny dalam keterangan tertulis, Senin, 15 Juli 2019.
Menurut dia, hal itu terutama dipengaruhi oleh transaksi pembayaran neto ULN dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga utang dalam rupiah tercatat lebih rendah dalam denominasi dolar AS. Onny mengatakan perlambatan pertumbuhan ULN bersumber dari ULN swasta, di tengah pertumbuhan ULN pemerintah yang tetap rendah.
BACA: Permintaan Lapindo Ditolak, Kemenkeu Terus Tagih Utang Rp 1,763 T
BI menilai pertumbuhan ULN pemerintah tetap rendah. Posisi ULN pemerintah pada Mei 2019 tercatat sebesar US$ 186,3 miliar dolar atau tumbuh 3,9 persen atau yoy, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,4 persen (yoy).
Hal itu didorong oleh penerbitan global bonds. Kendati tumbuh meningkat, nilai nominal ULN pemerintah pada Mei 2019 menurun dibandingkan dengan posisi April 2019 yang mencapai US$ 186,7 miliar.
"Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran neto pinjaman senilai US$ 0,5 miliar dan penurunan kepemilikan Surat Berharga Negara oleh nonresiden senilai US$ 1,5 miliar dolar AS yang dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat seiring dengan eskalasi ketegangan perdagangan," ujarnya.
Menurut Onny, pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Sektor itu, seperti jasa kesehatan dan kegiatan sosial 18,8 persen dari total ULN pemerintah, sektor konstruksi 16,4 persen, sektor jasa pendidikan 15,8 persen, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 15,1 persen, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 14,3 persen.
Onny juga mengatakan ULN swasta tumbuh melambat. Posisi ULN swasta pada akhir Mei 2019 tumbuh 11,3 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 14,7 persen (yoy). Hal itu terutama disebabkan oleh menurunnya posisi utang di sektor jasa keuangan dan asuransi.
Pada Mei 2019, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara, serta sektor pertambangan dan penggalian dengan total pangsa 75,2 persen terhadap total ULN swasta.
"Struktur ULN Indonesia tetap sehat. Kondisi tersebut tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB pada akhir Mei 2019 sebesar 36,1 persen, relatif stabil dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya," kata Onny
Selain itu, menurut dia, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 87,3 persen dari total ULN. Dalam rangka menjaga struktur ULN tetap sehat, kata dia, Bank Indonesia dan pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
"Peran Utang Luar Negeri akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian," ujarnya.