INFO BISNIS — Gagal panen akibat kekeringan sudah mengancam sejumlah daerah di Indonesia. Data Kementerian Pertanian menunjukkan, terdapat sekitar 100 kabupaten/kota yang terdampak kekeringan pada musim kemarau (MK) 2019 dengan total luas areal 102.654 hektare dan puso 9.940 hektare (ha).
Menurut Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, sebagian besar wilayah di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, sudah tidak mengalami hujan lebih dari 30 hari. Bahkan, dikhawatirkan kekeringan masih akan terus berlanjut pada beberapa bulan ke depan.
Baca Juga:
Oleh karena itu, pengamanan standing crop harus dilakukan bersama-sama dengan pihak terkait. Pihak tersebut antara lain aparat kemanan (TNI dan Polri), dinas pertanian, dinas pengairan, dan petani/kelompok tani.
“Kami telah meminta setiap kabupaten/kota mengoptimalkan sarana dan prasarana yang telah diberikan untuk memitigasi dampak kekeringan tahun 2019. Sedangkan, daerah yang masih memiliki potensi tanam padi, diharapkan segera melakukan percepatan tanam dan didaftarkan pada AUTP,” ujarnya.
Sarwo mengatakan, pemerintah telah menyiapkan upaya mitigasi kekeringan. Pertama, pemanfaatan sumber air. Saat ini terdapat 11.654 unit embung pertanian dan 4.042 unit irigasi perpompaan yang dibangun pada periode 2015-2018.
Baca Juga:
Sarwo meminta untuk memprioritaskan dan mengawal pemanfaatan sumber-sumber air sebagai suplesi pada lahan sawah yang terdampak kekeringan. “Segera identifikasi sumber air alternatif yang masih tersedia dan dapat dimanfaatkan melalui perpompaan dan irigasi air tanah dangkal,” katanya.
Kedua, alsintan mendukung mitigasi kekeringan. Saat ini pemerintah sudah mendistribusikan ribuan unit alat pompa yang mampu menghasilkan air pada kedalaman 20-25 meter. Alat itu juga mampu menampung air sebanyak 1.500 meter kubik dan bisa mengairi 50-70 hektare lahan kering.
Hingga kini, jumlah pompa air yang sudah dialokasikan pada periode tahun 2015-2018 mencapai 93.860 unit. Khusus pada daerah terdampak kekeringan, pompa air yang tersedia mencapai 19.999 unit.
“Manfaatkan semua pompa air yang tersedia di daerah, dan kerahkan Brigade Alsintan untuk membantu petani dalam mengamankan standing crop dan memitigasi kekeringan,” ucapnya. Selain itu, lanjut Sarwo, manfaatkan juga alsintan dan kerahkan Brigade Alsintan untuk melakukan percepatan tanam (padi, jagung, dan kedelai) pada daerah yang sumber airnya masih tersedia dan mencukupi.
Ketiga adalah koordinasi dan pengawalan air. Untuk ini, Sarwo meminta untuk memonitor ketersediaan air di waduk dan bendungan. Selain itu, utamakan jadwal irigasi pada wilayah yang standing crop-nya terdampak kekeringan. Terapkan dan kawal gilir giring air pada daerah irigasi yang airnya terbatas, serta lakukan penertiban pompa-pompa air ilegal di sepanjang saluran irigasi utama.
“Dengan berbagai alat yang dimiliki serta kerja sama yang intens antarinstansi, diharapkan mampu menjadikan semua lahan kering menjadi tanaman produktif. Tentu kita berharap, dengan berbagai bantuan ini semua pemanfaatan sumber air yang ada bisa kita atasi dengan mudah," ujarnya.
Keempat, ungkap Sarwo, pemerintah juga telah memberikan perlindungan kepada petani dengan program AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi). Dalam program AUTP, biaya premi sebesar Rp 180 ribu/ha/musim tanam. Namun, 80 persen atau Rp 144 ribu premi AUTP tersebut ditanggung atau disubsidi pemerintah. Sedangkan, sebesar 20 persen atau Rp 36 ribu/ha//musim tanam, premi ditanggung petani.
Jika terjadi kegagalan panen karena bencana alam kekeringan atau banjir dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), petani akan mendapatkan klaim ganti rugi atau pertanggungan asuransi sebesar Rp 6 juta/ha.
Pada tahun ini, pemerintah menargetkan ada sekitar satu juta ha lahan padi yang ter-cover AUTP. Sedangkan, realisasi pelaksanaan AUTP di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mencapai 232.255 ha. “Segera lakukan pengajuan ganti rugi bagi petani yang lahan sawahnya terkena puso dan terdaftar AUTP,” katanya. (*)