TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan proses Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha atau KPBU untuk pembiayaan pemindahan ibu kota sudah dimulai. Saat ini, pemerintah sedang melakukan penawaran untuk pembiayaan ini ke pihak swasta.
Baca: Pindahkan Ibu Kota, Indonesia Ingin Kurangi Ketimpangan Ekonomi
“Sudah dikomunikasikan paling tidak dengan REI (Real Estate Indonesia),” kata Bambang dalam diskusi di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Juli 2019. Bahkan, Bambang sesumbar menyebut REI siap membiayai tanpa sepeser pun bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Menurut Bambang, salah satu syarat yang dibutuhkan oleh pengembang seperti REI adalah kepastian dari segi penggunaan lahan ibu kota baru. “Mereka butuh kepastian mendapatkan konsesi untuk lahan, jangan sampai kemudian diganggu gugat atau terganggu dalam proses perjalanannya,” kata Bambang. Ia pun memastikan tak perlu regulasi khusus mengenai konsesi lahan ini.
Sejak beberapa bulan terakhir, Bambang memang menegaskan bahwa pembangunan ibu kota baru akan melibatkan pihak swasta melalui skema KPBU. Keterlibatan swasta diperlukan karena biaya pemindahan yang cukup besar yaitu mencapai us$ 32,9 miliar atau sekitar Rp 466 triliun.
Selain swasta, pembiayaan dari Badan Usaha Milik Negara atau BUMN juga akan masuk. Dengan begitu, pemindahan ibu kota tidak akan terlalu memberatkan APBN.
Pembiayaan dari APBN tetap ada, namun hanya 10 persen saja dari total biaya yaitu sekitar Rp 46,6 triliun hingga Rp 50 triliun. Biaya ini, kata Bambang, juh\ga bisa dilakukan dengan APBN multi years atau tahun jamak hingga 5 tahun.
Sehingga, setiap tahun pemerintah hanya perlu menggelontorkan uang negara sebesar Rp 10 triliun saja setiap tahun. Dengan demikian, pemerintah memastikan defisit APBN tidak bakal sampai membengkak hanya karena ada pemindahan ibu kota.
Pemindahan ibu kota dengan bantuan pembiayaan non-APBN sebelumnya juga dilakukan di Malaysia. Saat ini, pusat pemerintahan dipindahkan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya menggunakan uang milik Petronas, BUMN Malaysia. Lalu, barulah pembiayaan dari pemerintah Malaysia masuk. “Tapi saya tidak tahu persis skemanya,” kata Bambang.
Dari pihak swasta, Ketua Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia (Gapeksindo) Kalimantan Timur Slamet Suhariadi menyatakan, metode paling efektif untuk pembiayaan ibu kota baru adalah metode KPBU. Sebab, ibu kota baru memiliki proyeksi dampak ekonomi yang positif.
“Dengan metode ini ada win-win solution. Pemerintah tidak harus mengeluarkan dana besar. Adapun investor dari badan usaha juga dapat kepastian pengembalian investasi,” kata Slamet pada 1 Juli 2019.
Baca: Pindahkan Ibu Kota, Indonesia Ingin Belajar dari Brasil
Tempo mencoba mengkonfirmasi kepada Ketua DPP REI Soelaeman Soemardi mengenai syarat konsesi lahan yang diminta kepada pemerintah. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban dari Soelaeman.