TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Departemen Buruh Perempuan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Dian Septi beranggapan revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan semangat Presiden Jokowi untuk membangun sumber daya manusia secara utuh.
Baca: Menteri Hanif: UU Ketenagakerjaan Kita Kaku Seperti Kanebo Kering
"Kami menilai Revisi UU Tenaga Kerja sebagai pukulan kaum buruh setelah PP 78 Tahun 2015 berhasil disahkan," ujar dia di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rabu, 10 Juli 2019.
Dian mengatakan kebijakan pemerintah belakangan dinilai lebih berpihak kepada pengusaha. Apalagi, menurutnya, revisi beleid tersebut akan menuju ke semangat fleksibilitas yang juga diinginkan oleh pengusaha. "Pekerja tetap di garis kemiskinan, itu memberi karpet merah bagi pengusaha," ujar Dian.
Karena itu, bersama dengan Koalisi masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat alias Gebrak, Dian menolak rencana pemerintah dan usulan pengusaha soal revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Siaran Pers Gebrak, sejumlah hal yang dipersoalkan buruh antara lain adalah soal pelanggengan politik upah murah untuk buruh padat karya. Padahal, upah minimum itu dinilai sebagai jaring pengaman untuk kesejahteraan buruh. "Kalau kita miskin bukan karena malas bekerja tapi karena kebijakan yang memiskinkan kaum buruh," ujar Dian.
Di samping itu, Dian juga mempersoalkan usulan perluasan kontrak dan outsourcing yang dinilai semakin jauh dari kepastian kerja. Ia mengatakan usulan itu lebih mengarah kepada cara pengusaha mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Pasalnya, buruh menjadi rentan diputus hubungan kerja, dan bisa menjadi bulan-bulanan perusahaan outsourcing. "Outsourcing, kontrak, dan pemagangan malah bisa menyengsarakan."