TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Hendrawan Supratikno memastikan seleksi administrasi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK berjalan secara transparan. Sebab, lolosnya 32 nama calon itu murni didasari nilai makalah setiap peserta.
Baca: Indef: Orang Ekonomi Belum Tentu Cocok Jadi Pimpinan BPK
"Bahkan nama pun kita tidak cek satu-satu karena semuanya pure penilaian makalah. Setelah fit and proper test kan semua lihat," ujar Hendrawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2019.
Untuk menilai kualitas makalah, kata Hendrawan, ada empat aspek yang dinilai oleh panitia. Aspek tersebut antara lain sistematika penulisan, kelengkapan peraturan perundangan yang diacu, hubungan antara bagian di makalah, serta rencana yang akan dilakukan di BPK setelah terpilih.
"Nah itu yang menilai minimal tiga orang pembaca, tapi saat ini nilai tersebut tidak diumumkan, menyakitkan dong," kata Hendrawan. Ia mengatakan timnya belum mengumumkan secara resmi siapa saja calon yang lanjut ke tahap berikunya. Para calon pun belum tahu soal nasibnya sendiri pada pencalonan ini.
Hendrawan mengatakan nama-nama itu akan segera diketahui masyarakat setelah surat dari DPR diberikan ke Dewan Perwakilan Daerah. Ia menjamin semua proses itu transparan. "Ini sangat transparan, daripada dari 64 nama lalu fit and proper test dan tiba-tiba lima nama, sekarang kan lewat seleksi."
Menurut Hendrawan, dalam seleksi awal ini yang terpenting adalah penilaian makalah, sehingga proses itu dinilai oleh tiga orang. Cara penilaiannya, dari empat aspek penilaian akan dibuat rata-rata, lalu nilai dari masing-masing juri juga akan dirata-ratakan di setiap tim. Nilai itu lantas dibandingkan dari seluruh makalah yang dinilai dengan passing grade 78.
Dari penyaringan itu, telah didapat 32 nama calon anggota BPK yang melenggang ke tahap berikutnya. Hasil tersebut lantas dikirim kepada pimpinan DPR untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Daerah. Selanjutnya, para senator akan melakukan pendalaman dan pertimbangan sebelum nama itu dikembalikan kembali kepada DPR untuk diuji kelayakan dan kepatutan.