INFO BISNIS — Kementerian Pertanian (Kementan) bersama TNI menggelar rapat koordinasi (Rakor) membahas dampak kekeringan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Jabodetabek. Sejumlah area tanam mengalami dampak kekeringan pada musim kemarau 2019 ini.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Sarwo Edhy, mengatakan dampak tersebut mampu diatasi secara baik dengan mekanisasi pompa. Selain itu, Kementan juga melibatkan TNI dalam mengawal petani agar terus berproduksi. Saat ini pemerintah sudah mendistribusikan ribuan unit alat pompa air yang berdiameter 3 inch, 4 inch, dan 6 inch.
Baca Juga:
“Beberapa teknologi itu mendukung varietas unggul seperti padi impara yang sangat cocok di lahan rawa. Ini sudah cukup berkembang di beberapa provinsi yang pernah terendam. Kita juga punya padi gogo yang tahan di lahan kering,” kata Sarwo Edhy, di Jakarta, Senin, 8 Juli 2019.
Sarwo Edhy menjelaskan, dengan berbagai alat yang dimiliki, serta kerja sama yang intens antarinstansi, diharapkan mampu menjadikan semua lahan kering menjadi tanaman produktif. “Tentu kita berharap dengan berbagai bantuan ini semua pemanfaatan sumber air yang ada bisa kita atasi dengan mudah,” ujarnya.
Dampak kekeringan tahun ini relatif bisa diatasi. Mengingat area yang dulu mengalami kekeringan sudah dijadikan sumber air dengan pemanfaatan teknologi yang dimiliki.
Baca Juga:
Sementara, penggunaan pompa merupakan salah satu pemanfaatan teknologi yang mampu menumbuhkan luas lahan baru dan mengkompensasi lahan busuk menjadi produktif. Selain itu, panen yang dihasilkan juga lebih bermutu karena optik organisme pengganggu tanaman relatif lebih kecil.
Di acara yang sama, Waster Kasad Brigjen TNI, Gathut Setyo Utomo, mendukung upaya Kementan dalam menanggulangi dampak kekeringan yang melanda sejumlah daerah. Dukungan itu antara lain melibatkan langsung personel TNI yang ada di seluruh daerah. “Kita dalam melaksanakan operasi militer, selain perang salah satunya adalah mengatasi kekeringan atau bencana alam. Maka itu, kita menjalin kerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk melakukan pendampingan,” ujar Gathut.
Menurut dia, TNI sendiri selama empat tahun terkakhir sudah melibatkan diri pada penanganan dampak kekeringan. Pengalaman itu, lanjutnya, menjadi bekal bahwa pemetaan wilayah dan pompanisasi menjadi penting dan harus dikerjakan bersama-sama. “Soal mitigasi, tentu kita sudah memiliki pengalaman banyak karena beberapa kali kita turun ke lapangan bersama Kementan. Jadi, seperti kata Pak Dirjen bahwa menanggulangi kekeringan itu tidak bisa sendirian. Bagaimanapun harus ada sinergitas,” katanya.
Gathut menambahkan, dukungan lain yang juga sedang dikerjakan TNI adalah mendirikan posko mitigasi kekeringan di daerah-daerah yang terkena dampak. Beberapa di antaranya ada di kawasan Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan provinsi lain di luar pulau Jawa.
“Selama ini kan kita sudah melakukan pendampingan Upsus (Upaya Khusus) yang diinisiasi para Babinsa. Di sana, mereka juga mengawal pembagian air supaya tidak rebutan dan menjebol titik air. Kemudian, kita ikut mengawasi jalannya pompanisasi serta menjaga keamanan dan ketertiban lain,” katanya.
Untuk diketahui, rapat mitigasi dengan Kementan kali ini dihadiri 200 personel TNI yang mewakili tiap daerah untuk mengawal dan mendampingi petani dalam menghadapi dampak kekeringan.(*)