TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan jajaranya yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tengah mencermati terkait laporan adanya indikasi penghindaran bayar pajak besar lewat pemindahan laba ke anak usaha oleh PT Adaro Energi Tbk.
Baca juga: Sinergi 3 Direktorat, Sri Mulyani: Jangan Jadi Pahlawan Kesepian
"Ya kami mencermati apa yang ada di sana, selama ini kan kami juga memiliki track recordnya dari Adaro, jadi kalau ada data-data yang lain nanti akan dilihat oleh Direktorat Pajak ya," kata Sri Mulyani ditemui awak media di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Senin 8 Juli 2019.
Sri Mulyani menjelaskan saat ini masing-masing lembaga telah transparan dan efektif antar masing-masing yurisdiksi atau otoritas mengenai perpajakan. Karena itu, kata dia, jika ada data-data yang mencurigakan atau kurang meyakinkan, bisa dilakukan verifikasi oleh masing-masing otoritas.
Sebelumnya, Lembaga nirlaba internasional Global Witness menyebut Adaro Energi telah memindahkan sejumlah laba dari tambang batu bara di Indonesia ke jaringan perusahaan luar negerinya. Hal ini terungkap lewat laporan Global Witness yang bertajuk "Jaringan Perusahaan Luar Negeri Adaro".
Menurut laporan itu, hal ini dilakukan Adaro melalui salah satu anak perusahaannya di Singapura, Coaltrade Services International sejak 2009-2017. Dengan pengalihan laba ini, Adaro bisa membayar pajak US$ 125 juta lebih rendah daripada yang seharusnya. Dengan pemindahan ini, diperkirakan pemerintah Indonesia berpotensi kehilangan pemasukan sebesar hampir US$ 14 juta dolar setiap tahun.
"Penyelidikan kami memperlihatkan bahwa aktivitas suaka pajak perusahaan batu bara dapat menambah risiko keuangan, selain dampak negatif kepada lingkungan," kata Manajer Kampanye Perubahan Iklim untuk Global Witness Stuart McWilliam yang diunggah dalam laman resmi, Kamis 4 Juli 2019.
Dalam laporan itu juga disebutkan, nilai total komisi penjualan yang diterima Coaltrade terus meningkat dari US$ 4 juta sebelum 2009 menjadi US$ 55 juta dolar dari 2009-2017. Adapun lebih dari 70 batu bara yang dijual Coaltrade berasal dari anak perusahaan Adaro di Indonesia.
Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan sebagai perusahaan publik, Adaro telah menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Dalam hal ini, senantiasa patuh terhadap aturan yang berlaku, termasuk aturan perpajakan.
"Selama bertahun-tahun Adaro terpilih sebagai salah satu Wajib Pajak yang menerima apresiasi dan penghargaan atas kontribusinya terhadap penerimaan negara, patuh terhadap peraturan perpajakan serta responsif," kata Febrianti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Febrianti menjelaskan, sebagai perusahaan nasional, Adaro terus berkomitmen untuk berkontribusi bagi pembangunan dan kemajuan ekonomi melalui pembayaran pajak dan royalti. Tahun 2018 Adaro telah memberikan kontribusi kepada negara senilai total US$ 721 juta, dengan rincian US$ 378 juta dalam bentuk royalti dan US$ 343 juta dalam bentuk pajak.
Selain itu, dalam keterangannya, Febrianti menjelaskan bahwa Coaltrade Services International Pte.Ltd merupakan salah satu perusahaan grup Adaro yang berbasis di Singapura untuk memasarkan batubara di pasar internasional (ekspor). Sebagai kantor pemasaran ekspor, Coaltrade berperan untuk memperluas pasar dengan tetap berpegangan pada ketentuan Harga Patokan Batubara serta aturan perpajakan dan royalti yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Baca berita Sri Mulyani lainnya di Tempo.co