TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara menjelaskan sulitnya menarik pajak dari perusahaan-perusahaan berproduk digital, seperti penyedia musik digital ataupun aplikasi. Pajak digital belakangan memang menjadi perdebatan dan perbincangan antara negara besar dunia, termasuk Indonesia.
Baca juga: Di Forum G20, Sri Mulyani Soroti Pajak di Era Digital
Padahal produk digital saat ini sudah sangat diminati masyarakat. "Semua pegang ponsel, semua mainin lagu, belinya dari mana? Ada yang dari Indonesia maupun dari luar, kalau beli barang pun harusnya ada PPN (Pajak Pertambahan Nilai)-nya, sekarang PPN-nya punya siapa? Produsen di luar negeri atau Indonesua?" kata Suahasil di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 8 Juli 2019.
Hal itu saja, tutur Suahasiil, sudah menjadi perdebatan yang alot. Belum lagi ketika perusahaan yang berjualan konten tersebut mendapat keuntungan dari berjualan di Indonesia. Hal tersebut kembali menjadi pertanyaan apakah Indonesia punya hak atau tidak atas keuntungan tersebut.
"Nah kalau kita PPh (Pajak Penghasilan) itu kan dari keuntungan kan, tapi keuntungan itu bukan keuntungan perusahaan Indonesia, meski dia jualannya di Indonesia. Nah itu hak pemajakannya bagaimana membaginya?" kata Suahasil.
Atas keruwetan itu, sejumlah negara pun terus berdiskusi soal pembagian hak pemajakan tersebut. Persoalan itu selalu mengudara di setiap pertemuan multinasional, misalnya pertemuan G20. Bahkan, G20 sudah menugasi The Organisation for Economic Co-operation and Development alias OECD untuk membuat studi terkait konsep pemajakan di tingkat Internasional.
Nantinya, hasil studi itu diharapkan bisa menjadi acuan bagi Indonesia untuk merumuskan kebijakan, seperti halnya Indonesia mengikuti Automatic Exchange of Information maupun Action Plan on base Erosion and Profit shifting. "Jadi OECD sebagai suatu think tank tahun ini sedang ditugasi oleh negara-negara G20 untuk mencoba bikin, lalu nanti kita diskusikan lagi sama-sama," kata dia.
Suahasil mengatakan perekonomian digital akan terus berkembang dan tidak terbatas pada yang saat ini sudah ada saja. Banyak hal yang kini belum terbayang, namun berpotensi muncul dalam beberapa tahun mendatang. Karena itu, negara-negara di dunia tengah berpikir bagaimana cara mengatur pajak yang adil.