TEMPO.CO, Riyadh - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan bahwa aturan tentang IMEI (International Mobile Equipment Identity) tak akan merugikan masyarakat. Ia menjamin, semua orang yang membeli telepon seluler (ponsel) dengan proses yang sesuai dengan aturan, pasti telah memiliki IMEI yang terdaftar di Kementerian Perindustrian.
BACA: Rudiantara: Validasi IMEI Akan Efektif Blokir Ponsel Curian
“Yang pasti masyarakat tidak akan dirugikan kecuali yang bawa HP (ponsel) black market. Nantinya, setelah penerapan kebijakan itu, bawa HP dari luar tidak bisa lagi,” kata Rudiantara usai mendandatangani nota kesepahaman ekonomi digital dengan Arab Saudi di Riyadh, Kamis malam 4 Juli 2019.
Yang akan menghadapi masalah, kata dia, adalah pemilik perangkat telepon seluler yang diperoleh dari pasar gelap, atau lebih dikenal sebagai barang BM (black market).
Rudiantara menjelaskan, tujuan dari kebjiakan IMEI ini adalah agar perangkat telepon seluler yang masuk ke Indonesia sesuai dengan aturan dari sisi pendapatan negara dari sektor fiskal atau pajak. Adapun aturan ini akan terbit pada Agustus 2019 mendatang.
Kebijakan baru perihal kepemilikan perangkat ponsel ini akan melibatkan tiga menteri: Menteri Perindustrian, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Menteri Perdagangan. “Kebijakan ini sedang kami godok, Agustus ini kebijakannya akan terbit,” kata Rudiantara
Meski aturan IMEI terbit Agustus, Rudiantara menyatakan bahwa aturan itu tidak akan langsung diberlakukan seketika. Menurut dia, pemerintah sedang mengkaji waktu yang tepat untuk penerapan beleid ini.
Pembahasan soal penerapan aturan IMEI ini, kata dia, akan melibatkan lembaga konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan lembaga lain yang berkompetan. Pelibatan lembaga konsumen ini untuk memastikan tidak ada masyarakat yang dirugikan atas terbitnya aturan tersebut.
Demi menjembatani masyarakat yang telanjur memiliki perangkat ponsel yang IMEI-nya tidak terdaftar di Indonesia, pemerintah memberlakukan masa transisi atas penerapan aturan itu.
Selama ini, tutur Rudiantara, di Indonesia ponsel dan sim card tidak diatur untuk disyaratkan dipasangkan terintegrasi. “Dulu ketika saya memegang operator seluler, saya mendobrak aturan ini. Dulu, kalau orang beli Satelindo pada awal-awal 1995, sim card dipasangkan. Orang tak bisa membeli Satelindo sendiri, dan sim card sendir,” katanya.
BACA: Airlangga Hartarto: Aturan Validasi IMEI Sudah 90 Persen
Tapi, karena waktu itu Telkomsel ingin mendobrak pasar, jika membeli Sim Card Telkomsel, maka tak perlu membeli unit telepon seluler dari Telkomsel. Pemilik SIM Card bisa menggunakan ponsel apa saja, tak harus keluaran dari Telkomsel. Inilah yang menyebabkan pasar telepon seluler cepat tumbuh. “Hanya saja, kata dia, belakangan ada konsen terhadap kenyamanan pelanggan,” kata Rudiantara.
Ia menjelaskan, di setiap perangkat telepon seluler ada IMEI (International Mobile Equipment Identity). Ia mengibaratkan IMEI ini sejenis dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Di dalam perangkat ponsel, ada SIM Card.
SUNUDYANTORO (RIYADH)