TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen Indonesia (BPKN) menerima sebanyak 400 lebih pengaduan dari Januari hingga Juni 2019. Kepala BPKN Ardiansyah Parman mengatakan mayoritas pengaduan masih sama yaitu seputar persoalan perumahan, yaitu hingga 80 persen lebih.
Baca juga: BPKN Desak Revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Sebab...
“Perumahan itu masalah kepemilikan, status, misalnya sudah lunas, tapi belum diberikan sertifikat,” kata Ardiansyah dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Selasa, 2 Juli 2019.
Tahun lalu, BPKN mencatat pengaduan konsumen paling tinggi selama semester I 2018 didominasi laporan tentang perumahan atau apartemen yang mencapai 85,89 persen dari total aduan yang ada. Sementara, total laporan masyarakat terkait permasalahan di sektor perumahan mencapai 207 laporan dari total 241 kasus yang dilaporkan kepada lembaga tersebut.
Pokok masalah yang paling sering dikeluhkan adalah terkait hak berupa sertifikat yang tidak diberikan atau statusnya tidak jelas. "Pengaduan yang masuk ke BPKN periode Januari-Juni 2018 meningkat hampir 10 kali lipat dibandingkan pada 2015. Yang paling mendominasi pengaduan kita adalah sektor perumahan, itu paling tinggi," kata Wakil Ketua BPKN Rolas, Rabu, 25 Juli 2018.
Secara total, kata Ardiansyah, BPKN menerima sebanyak 500 lebih pengaduan sepanjang 2018. Tapi saat ini, jumlah pengaduan sudah mencapai 400 lebih dalam waktu enam bulan pertama. Sehingga, Ardiansyah memperkirakan jumlah pengaduan hingga akhir tahun ini akan lebih banyak jumlahnya dari tahun lalu. “Karena pengaduan bukan hanya di BPKN, bisa ke Kementerian Lembaga juga,” kata dia.
Ardiansyah mengatakan meski ada ratusan pengaduan dari masyarakat, lembaganya tetap bukanlah unit penyelesaian sengketa. BPKN, kata dia, hanya berusaha menjembatani para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan masalah mereka. “Karena itu masuknya harus Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), bukan BPKN, kami tupoksinya hanya memberikan saran kepada pemerintah,” kata dia.