TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Persero Tbk Ari Askhara diduga melanggar Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut Guntur, bila terbukti terdapat kecurangan, Ari terancam sanksi denda.
Baca: KPPU Panggil Dirut Garuda Terkait Kartel dan Rangkap Jabatan
"Kalau terbukti bersalah, terlapor akan dijatuhi sanksi Rp 25 miliar," ujarnya kala ditemui di kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2019. Sementara itu, sanksi minimal yang dijatuhkan kepada pelanggar ialah Rp 1 miliar.
Hari ini KPPU memeriksa Ari Askhara dengan agenda penyelidikan atas dugaan kasus rangkap jabatan sebagai Komisaris Utama di Sriwijaya Group. Ari diduga melanggar Pasal 26 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Pasal 26 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi, "Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan–perusahaan tersebut:
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat."
Guntur mengatakan putusan sanksi menjadi wewenang majelis hakim bila perkara ini naik ke persidangan. Adapun selain Ari, dua bos Garuda Indonesia Group lainnya turut tersangkut masalah yang sama. Keduanya adalah Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham dan Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo yang terancam sanksi dengan denda besaran yang sama.
Pikri dan Juliandra saat ini juga menempati posisi teras di Sriwijaya Group sebagai komisaris. Pengangkatan ketiga bos maskapai Garuda Indonesia Group ke Sriwijaya Group itu diawali kerja sama operasional atau KSO. Pada November 2018 lalu, Garuda Indonesia Group menjalin KSO untuk menyelamatkan keuangan Sriwijaya Group.
Guntur mengatakan, dalam pemeriksaan terhadap Ari, terlapor telah mengakui adanya posisi rangkap jabatan. Namun, kata dia, terlapor tidak memiliki etika untuk meminta maaf atau mengaku bersalah.
"Malah membuat pembelaan diri," ucapnya. Padahal, ujar Guntur, bila terlapor meminta maaf, perilaku itu dapat meringankan tuntutan saat sidang.
Ditemui seusai pemeriksaan, Ari menjelaskan posisi rangkap jabatannya di Garuda Indonesia dan Sriwijaya Group dilakukan demi menyelamatkan aset negara. "Rangkap jabatan didasari atas kepentingan untuk menyelamatkan aset negara," ujar Ari sambil membaca pernyataannya yang telah tertulis di kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2019.
Ari berdalih, posisi rangkap jabatan sudah mendapatkan persetujuan pihak berwenang. Ia juga memastikan hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan serta aturan yang berlaku.
Hingga berita diturunkan, Tempo belum berhasil mendapat tanggapan dari Dirut Garuda Ari Askhara, Pikri Ilham, maupun Juliandra terkait ancaman sanksi terkait masalah rangkap jabatan tersebut. Ari dan Juliandra belum merespons panggilan serta pesan dari Tempo. Sedangkan Pikri mengaku sedang on-air.