TEMPO.CO, Jakarta - Survei terbaru dari HSBC menunjukkan bahwa sebanyak 98 persen perusahaan di Indonesia memproyeksikan pertumbuhan bisnis dalam satu atau dua tahun ke depan. Angka ini melampaui sentimen global di mana keyakinan pertumbuhan bisnis hanya disuarakan oleh 79 persen perusahaan.
Baca: Jokowi Menang, Unsur Ketidakpastian Dalam Negeri terhadap IHSG Hilang
Dalam survei HSBC bertajuk 'Navigator: Made for the Future' itu, perusahaan Indonesia menilai bahwa peningkatan basis pelanggan (32 persen), dan pengembangan kualitas tenaga kerja (29 persen) merupakan faktor utama pendorong pertumbuhan bisnis.
Survei itu melibatkan lebih dari 2.500 perusahaan di 14 pasar secara global di Asia Pasifik (Australia, daratan Cina, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia dan Singapura), Eropa (Prancis) , Jerman dan Inggris), Timur Tengah dan Afrika Utara (UEA) dan Amerika Utara (Kanada, Meksiko, dan AS).
Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia, Sumit Dutta, saat mengutip survei itu menyebutkan hampir setengah dari perusahaan Indonesia (45 persen) memproyeksikan tingkat pertumbuhan lebih dari lima persen. "Tertinggi di antara semua pasar yang disurvei," katanya.
Selain peningkatan basis pelanggan dan pengembangan kualitas tenaga kerja, sebanyak 24 persen responden juga mengakui pentingnya perbaikan logistik dan transportasi sebagai pendorong pertumbuhan terpenting ketiga. Hal tersebut merupakan sebuah penilaian yang juga dimiliki oleh perusahaan di Meksiko dan Hong Kong.
Terkait masa depan bisnis, sekitar 74 persen responden Indonesia mengatakan peluang di masa depan akan lebih besar ketimbang ancamannya. Relatif mirip dengan negara tetangga di Asia Pasifik, bisnis di Indonesia melihat peningkatan produktivitas sebagai peluang (33 persen responden). Hal ini berbanding dengan 35 persen di Cina dan 34 persen di India.
Adapun perluasan pasar online untuk produk dan layanan adalah peluang utama bagi bisnis di Indonesia (31 persen), dua kali lipat rata-rata global (15 persen). "Dilihat dari sisi negatif, bisnis di Indonesia melihat tiga ancaman nyata, yaitu situasi politik (36 persen), pesaing baru atau kinerja pesaing (33 persen) dan nilai tukar (26 persen)," kata Dutta.
Survei ini juga menunjukkan bahwa bisnis di Indonesia adalah yang paling optimistis kedua setelah India menyangkut rencana investasi. Eksekutif yang disurvei mengatakan perusahaan mereka akan mendanai rencana investasi dari keuntungan yang ada. Pandangan serupa dikemukakan di negara barat, terutama Inggris, Amerika Serikat, dan Meksiko.
Dari survei, kata Dutta, terlihat bahwa bisnis di Indonesia akan mengejar berbagai peluang investasi, mulai dari penelitian, inovasi dan teknologi [81 persen. "Hingga penjualan produk atau layanan online (74 persen) dan dalam program pelatihan (74 persen)."
Baca: Rudiantara Sebut SDM Indonesia Potensial di Bisnis Digital DFFT
Lebih lanjut survei mengungkapkan bahwa di seluruh pasar, bisnis di Indonesia menunjukkan rencana investasi terbesar. Tingkat investasi mereka juga berada di posisi tinggi, dengan lebih dari 70 persen mengklaim mereka berencana untuk meningkatkan investasi mereka lebih dari 5 persen di setiap bidang.
BISNIS