TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi SKK Migas membantah pernyataan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya atas keberadaan piutang kepada pemerintah senilai US$138,23 juta atau sekitar Rp 1,9 triliun.
Baca: Lapindo Brantas Tagih Balik Piutang Pemerintah Rp 1,9 Triliun
Menurut Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher, hal itu bukan piutang Lapindo ke pemerintah namun unrecovered cost atas biaya investasi yang belum dikembalikan sesuai mekanisme kontrak WK Brantas.
"Atas unrecover cost tersebut masih subject to be audit, dan hanya bisa dibayarkan dari hasil operasi dengan jangka waktu sesuai kontrak WK Brantas," tuturnya, Rabu, 26 Juni 2019.
Unrecovered cost merupakan biaya yang terjadi pada masa eksploitasi dan sisa biaya yang belum digantikan. Peraturan soal penggantian biaya yang terjadi pada masa eksploitasi ini, dijelaskan dalam kontrak kerja sama.
Dalam keterangan resmi perusahaan Lapindo, piutang tersebut merupakan cost recoverable atau biaya yang dapat diganti atas pengelolaan wilayah kerja Brantas. Menurut Lapindo, piutang tersebut telah diverifikasi SKK Migas sebagai biaya yang dapat diganti pada September tahun lalu, sesuai dengan surat No SRT-SKKMA0000/2018/84 tanggal 10 September 2018.
Menurut Wisnu, mekanisme pembayaran unrecovered cost itu terjadi sepanjang ada produksi dari wilayah kerja tertentu dengan dibatasi jangka waktu kontrak WK atas pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk membayar biaya tersebut.
"Mekanisme nya, sepanjang ada produksi dari WK tersebut dengan dibatasi jangka waktu WK, atas pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk bayar unrecover cost, yang nilainya akan subject to be audit," kata dia.
Menurut keterangan resmi yang ditandatangani oleh Presiden Direktur Lapindo Brantas Inc Faruq Adi Nugroho, piutang kepada pemerintah tersebut sudah diketahui oleh BPKP pada saat melalukan special audit terhadap pembukuan Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya pada Juni 2018.
BISNIS