TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang sidang putusan sengketa Pilpres 2019, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani berharap dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, yaitu Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, bisa menenangkan para pendukungnya. Mahkamah Konstitusi menjadwalkan sidang tersebut pada esok hari, Kamis, 27 Juni 2019.
Baca: Sidang MK Sengketa Pilpres 2019, PHRI: Pengunjung Hotel Sepi
"Harapan kami adalah apapun hasilnya kedua pihak dapat menahan pendukungnya dan tidak membuat hal-hal yang merugikan masyarakat umum dan pengusaha," ujar Shinta melalui pesan singkat, Rabu malam, 26 Juni 2019. Pada dasarnya, kata dia, dunia usaha tidak memiliki kekhawatiran lantaran telah yakin dengan kemampuan aparat keamanan dalam menjaga stabilitas di Tanah Air.
Namun, Shinta mengingatkan bahwa saat ini Indonesia tengah berupaya keras menarik investasi masuk ke dalam negeri. Sehingga, ia mewanti-wanti agar jangan sampai lantaran pemilu, para investor yang sudah berniat masuk menjadi batal dan mengalihkan modalnya ke negara lain.
Apalagi, belakangan persaingan menarik investasi di kawasan ASEAN sangat ketat. "Vietnam, Malaysia dan Thailand secara geografis, tenaga kerja terlatih, kebijakan ekonomi dan infrastruktur lebih menarik," tutur Shinta.
Adapun Indonesia unggul dalam hal sumber daya alam, jumlah tenaga kerja tidak terlatih, dan pasar domestik. "Oleh karena itu kita harus me-manage potensi konflik pemilu ini agar jangan sampai merugikan."
Mahkamah Konstitusi (MK) memajukan jadwal sidang putusan sengketa Pilpres 2019. Sidang yang semula akan digelar pada Jumat 28 Juni 2019 dimajukan satu hari menjadi Kamis 27 Juni 2019.
Baca: Sidang MK, Kominfo Tak Batasi Akses Media Sosial dengan Syarat
Sidang ini berawal dari gugatan yang dilayangkan oleh kubu Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Mahkamah Konstitusi sudah menggelar sidang sejak Selasa, 18 Juni 2019 sampai Jumat, 21 Juni 2019. Puluhan saksi baik dari pemohon dan termohon yaitu kubu Joko Widodo atau Jokowi dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah diperiksa.