TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat penerbangan dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Suharto Abdul Majid, menyarankan pemerintah tidak terburu-buru menghadirkan maskapai asing ke dalam negeri sebagai solusi atas mahalnya harga tiket pesawat. Sebab, di saat yang sama, pemerintah juga perlu memperkuat daya saing maskapai nasional.
BACA: Lion Air Bakal Pangkas Harga Tiket Pesawat 50 Persen dari TBA
"Makanya, perlonggar dong syarat untuk mendirikan perusahaan penerbangan," ujar Suharto melalui sambungan telepon, Ahad, 23 Juni 2019. Menurut dia, selama ini syarat mendirikan perusahaan maskapai amat ketat dan berat.
Syarat itu misalnya adalah harus memiliki sepuluh pesawat dengan status lima dimiliki dan lima dikuasai. Persyaratan itu, kata Suharto, terlampau berat. Sebab, berdasarkan hitungannya, modal yang mesti disiapkan bisa mencapai Rp 3 triliun.
"Jadi untuk mendirikan perusahaan itu kita perlu modal segitu, kan berat. Siapa swasta yang mau masuk ke sana?" tutur Suharto. Sementara, margin di bisnis penerbangan pun tidak besar, yaitu bermain di level 2-3 persen.
Sehingga, ia mengatakan industri penerbangan sebagai industri padat modal dan padat teknologi. "Rata-rata margin 5 persen sudah bagus," tutur Suharto.
Wacana mengundang maskapai asing mencuat setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan kemungkinan maskapai luar negeri mengudara di pasar domestik, beberapa waktu lalu. Jokowi kala itu menyampaikan bahwa upaya ini merupakan salah satu solusi untuk menurunkan harga tiket pesawat. Sebab, dengan diundangnya maskapai asing, ruang kompetisi semakin terbuka.
BACA: Maskapai LCC Diminta Turunkan Harga, INACA: Dulu Sudah Dilakukan
Namun, Suharto mengingatkan bahwa asas cabotage diterapkan hampir di setiap negara. Ia menyebut Eropa dan Amerika Serikat juga masih membatasi maskapai asing untuk terbang di rute domestik. Kebijakan itu untuk menjaga agar kue pasar domestik tetap dinikmati oleh perusahaan nasional.
CAESAR AKBAR