TEMPO.CO, Jakarta - Para petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia memprotes pemberlakuan pungutan ekspor CPO. Aksi protes itu dilakukan dengan menggelar unjuk rasa di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis 20 Juni 2019.
Baca: Luhut Ancam Gugat Eropa ke Pengadilan Jika Negosiasi Sawit Buntu
Ketua umum asosiasi, Andri Gunawan, mengatakan bahwa mereka mendesak pemerintah tetap membebaskan pungutan ekspor CPO. "Jika diberlakukan kembali pungutan ekspor CPO, akan berimbas pada jatuhnya harga tandan buah segar buah sawit milik petani kelapa sawit,” katanya di Jakarta, Kamis.
Seperti diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/2018 tentang Perubahan Atas PMK No. 81/2018 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Kementerian Keuangan, pungutan ekspor CPO bisa dikenakan jika harga menyentuh US$ 570/ton.
Harga referensi tersebut termasuk dalam rentang yang bisa dikenakan pungutan ekspor. Akan tetapi, untuk saat ini Komite Pengarah BPDPKS memutuskan untuk tidak mengenakan pungutan ekspor sampai muncul ketentuan baru.
“Dalam 3 bulan ini petani sawit baru menikmati peningkatan harga TBS, setelah sejak Mei 2016 diadakan pungutan ekspor CPO. Harga tandan buah segar sawit anjlok hingga mencapai harga yang sangat merugikan dan menyebabkan kemiskinan pada petani sawit , serta terbengkalainya kebun kebun sawit petani akibat tidak terawat, dan tetani tak sanggup beli pupuk,” Andri menerangkan.
“Hanya 0,1 persen saja dana pungutan ekspor CPO yang digunakan untuk program replanting kebun petani, itupun petani dibebani dengan bunga pinjaman bank yang tinggi jika ikut program penanaman kembali dari BPDKS,” kata Andri.
Karena itu, menurut dia, jika pungutan ekspor sawit diberlakukan lagi, pasti akan menyebabkan jatuhnya harga CPO dari Indonesia dan akan sulit bersaing dengan produk ekspor CPO Malaysia yang tidak dibebani Pungutan ekpor CPO oleh pemerintah Malaysia. “Karena itu kami dengan tegas meminta kebijakan Presiden Joko Widodo untuk tidak lagi menerapkan pungutan ekspor,” tutur Andri.
BISNIS