TEMPO.CO, Bandung - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akan mengumumkan keputusan terhadap polemik laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Perseo) Tbk. pada akhir bulan ini. Keputusan itu termasuk di antaranya adalah jenis sanksi yang akan dijatuhkan kepada perseroan.
Baca: BPK Temukan Dugaan Rekayasa dalam Laporan Keuangan Garuda
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, mengatakan bahwa koordinasi intensif pemerintah terkait dengan kasus penyimpangan laporan keuangan emiten berkode saham GIAA ini sudah pada tahap final. Namun begitu, pemeriksaan masih akan terus dilanjutkan dalam beberapa hari ke depan.
Hal itu dilakukan sebelum sampai pada pengumuman resmi terkait jenis-jenis pelanggaran yang dilakukan emiten serta akuntan publik (AP) dan kantor akuntan publik (KAP) dalam kasus tersebut. Pemerintah menargetkan penyelesaian masalah GIAA ini akan rampung pada akhir bulan ini setelah melewati proses yang panjang dan adil bagi semua pihak.
“Semua pihak terkait dan yang berkepentingan sudah dipanggil dan diperiksa. Sumber juga sudah banyak, ahli-ahli juga sudah kita tanyakan, tetapi mungkin hasilnya baru bisa kita sampaikan di akhir bulan ini,” kata Hosen dalam acara sosialisasi pasar modal di Bandung, Kamis, 20 Juni 2019. Namun ia enggan mengungkapkan lebih jauh terkait sanksi-sanksi yang berpotensi dikenakan kepada GIAA atas dugaan pelanggaran yang ditemukan.
Sementara itu, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, I Gede Nyoman Yetna Setya, mengatakan bahwa dalam menetapkan keputusan dan sanksi atas kasus ini, sanksi yang diberikan oleh BEI akan bergantung pada hasil koordinasi dengan OJK, sehingga tidak berdiri sendiri atau tumpang tindih. “Nanti tunggu saja hasil keputusan bersama akhir bulan ini,” katanya.
Sebelumnya, Nyoman mengatakan bahwa otoritas bursa akan menganalisis apa yang telah didiskusikan, seperti initial recognition dan kualitas aset dari emiten bersandi saham GIAA tersebut. Menurut dia, initial recognition seharusnya tidak terlepas dari periode 15 tahun masa kontrak.
Sementara itu, dari sisi kualitas aset, BEI tengah mencermati bahwa seharusnya GIAA telah mendapatkan cash pada Oktober 2018 dari Mahata Aero Teknologi, tetapi sampai sekarang masih belum menerimanya. “Sehingga, laporan keuangan yang Maret tentunya akan kami pertanyakan juga tentang pengakuan kualitas piutangnya, terutama initial recognition. Itu kami sudah sampaikan ke OJK,” tutur Nyoman.
Nyoman menegaskan, saat ini bursa telah selesai mengumpulkan informasi dari pihak-pihak terkait, seperti GIAA, akuntan publik, serta korespondensi Garuda dengan Mahata. Bursa pun telah meminta masukan dari asosiasi terkait, seperti ke Ikatan Akuntan Indonesia dan Institut Akuntan Publik.
Baca: Pengadilan Australia Putus Bersalah, Ini Penjelasan Garuda ke BEI
Sebelumnya, GIAA telah membantah alasan memasukkan transaksi perjanjian kerja sama dengan Mahata sebagai upaya window dressing. Polemik laporan keuangan GIAA ini mencuat setelah komisaris perseroan menemukan adanya kejanggalan dalam pencatatan akuntan atas laporan keuangan GIAA untuk tahun 2018. Seharusnya Garuda Indonesia merugi sebesar US$ 244,95 juta tahun lalu, tetapi dalam laporan keuangannya justru tercatat laba sebesar US$ 5,01 juta.
BISNIS