TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK bakal kembali menambah syarat transparansi bagi fintech penyelenggara pinjaman online peer-to-peer (P2P) lending guna menghindari penyalahgunaan status terdaftar.
Baca juga: AFPI: Fintech Tak Bakal Mendisrupsi Bank
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengatakan, saat ini pihaknya tengah menggodok rencana yang mewajibkan seluruh penyelenggara P2P lending untuk mencantumkan informasi jumlah nilai pinjaman tersalurkan dan jumlah lender serta borrower di situs masing-masing. Kendati data-data tersebut merupakan data krusial bagi beberapa platform, Hendrikus menegaskan semua penyelenggara harus mengikuti ketentuan tersebut.
“(Ketentuannya) dalam minggu-minggu ini. Begitu kami push, mereka harus terbuka karena ini bagian dari transparansi. Jadi biar publik yang menilai penyelenggara,” ujarnya seperti dimuat Bisnis, Rabu 19 Juni 2019.
Hal ini dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan status terdaftar sebagai penyelenggara legal P2P lending yang hanya membidik kucuran dana lewat pendanaan berseri. “Mestinya begitu mendapat status terdaftar, Anda harus aktif mendekati para UMKM. Saya justru khawatir dia dapat tanda daftar, lalu hanya melayani 100 orang, saya khawatir orang ini hanya mau jual beli tanda daftar,” kata Hendrikus.
Sebelumnya, penyelenggara P2P lending telah sepakat untuk mencantumkan informasi tingkat keberhasilan (TKB) pembayaran pinjaman dalam 90 hari