TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina belum berdampak pada kondisi investasi di Indonesia. Dia mengatakan, perang dagang lebih banyak berpengaruh bagi pasar modal dan pasar uang.
Baca juga: Kepala BKPM: Masih Banyak PR untuk Menumbuhkan Investasi
"Sementara ini dampak utama kepada sektor investasi dari perang dagang mungkin melalui dampak negatif dari kondisi pasar uang dan pasar saham. Akibatnya, likuiditas di keuangan dan peruangan regional dan tentunya nasional mengetat," kata Thomas ketika ditemui di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa 18 Juni 2019.
Menurut catatan BKPM realisasi investasi pada triwulan I 2019 mencapai Rp 195,1 triliun. Jumlah ini tercatat naik sebesar 5,3 persen jika dibandingkan dengan realisasi investasi pada periode yang sama 2018, yang mencapai Rp 185,3 triliun.
Adapun, nilai realisasi investasi triwulan pertama tersebut telah mencapai 24,6 persen dari target investasi sebesar Rp 792,0 triliun sepanjang 2019. Capaian realisasi ini dinilai sangat penting untuk menjaga supaya target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen bisa terealisasi sepanjang 2019.
Thomas menjelaskan, dampak terhadap pasar saham dan pasar uang terjadi karena investor cenderung menarik dananya dan dipindah ke dalam aset aman seperti mata uang dolar Amerika Serikat dan yen Jepang. Karenanya, tak heran jika dolar menjadi mahal dan menjadi langka.
Thomas optimistis investasi asing atau penanaman modal asing (PMA) masih berada dalam tren positif tahun ini. Sebab di tengah-tengah kondisi perang dagang, sudah banyak terlihat bahwa banyak sekali industri merelokasi pabriknya dari Cina ke kawasan lain. "Sekarang mereka sadar harus mendiversifikasi," kata Thomas.
Menurut mantan Menteri Perdagangan ini, relokasi pabrik-pabrik yang ada di Cina ke kawasan lain merupakan respons wajar dari investor terhadap perang dagang. Apalagi di tengah, perang dagang dan pelemahan ekonomi global membuat kondisi stabilitas ekonomi sejumlah negara ikut tertekan.
Karena itu, Thomas optimistis lantaran kondisi demikian tidak terjadi di Indonesia. Sebaliknya, ekonomi Indonesia masih dipandang stabil dan tidak terlalu volatil dan fluktuatif. "Jadi sementara kita kan tidak ada blunder yang signifikan, kita stabil rasional pelan pelan reformis, di dunia yang penuh dengan ketidakpastian," kata Thomas.
Baca berita Investasi lainnya di Tempo.co