TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan sudah saatnya terjadi penyesuaian pada harga tiket pesawat yang dulunya harganya murah, kini menjadi naik hingga 70 persen. Menurut dia, harga tiket yang saat ini berlaku sudah memperhitungkan banyak aspek, mulai dari keselamatan penumpang hingga pelatihan pilot berkala selama enam bulan.
BACA: Tiket Pesawat Mahal, Penumpang Angkutan Udara Anjlok 27 Persen
“Jadi ini saatnya semua biaya transportasi menyesuaikan. Memang begitulah di seluruh dunia, isu ini sudah selesai, tapi ada yang belum move on,” kata Agus dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 15 Juni 2019.
Menurut Agus, dua komponen dalam bisnis penerbangan, yaitu harga avtur dan kurs rupiah memang tengah bergerak tinggi sehingga mau tak mau mengerek harga tiket pesawat. Saat harga avtur Pertamina diturunkan PT Pertamina, harga tetap tinggi karena memang sudah memenuhi biaya produksi. “Karena memang kursnya mahal, Menteri Koordinator yang mengurusnya juga pusing,” kata dia.
BACA: Tak Hanya China Airlines, Garuda Juga Code Share dengan 20 Negara
Sejak awal tahun, kenaikan harga telah terjadi dan menyebabkan protes meluas di masyarakat. Sehingga, sebelum Lebaran 2019 Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 yang mengatur penyesuaian baru Tarif Batas Atas atau TBA dan Tarif Batas Bawah atau TBB.
Pada Jumat, 14 Juni 2019, Kementerian Perhubungan menyebut bahwa penurunan memang telah terjadi pada TBA sejumlah rute penerbangan. Namun untuk TBB, hampir seluruhnya mengalami kenaikan harga. Di antaranya yaitu Jakarta-Surabaya dengan rata-rata TBB naik 35,3 persen, Jakarta-Medan 34,2 persen, dan Jakarta-Makassar 60,7 persen.
Akan tetapi, Agus mengingatkan pemerintah agar tidak terlalu menekan maskapai dengan sejumlah regulasi yang tak perlu. Sebab, jika harga ditekan terlalu rendah, maka aspek keselamatan bisa terganggu. Jika maskapai bangkrut, maka pemerintah juga akan kewalahan melayani sejumlah layanan penerbangan antar pulau di Indonesia.
Sementara, pengamat penerbangan yang juga Mantan Kepala Staf Angkatan Udara Chappy Hakim mengatakan selain avtur dan kurs rupiah, maskapai juga dihadapkan pada biaya lain dalam bentuk dollar seperti asuransi dan izin. Ia sepakat bahwa tarif yang saat ini berlaku adalah kondisi yang wajar. “Mahal itu relatif, karena tak pernah melewati batas atas,” ujarnya.
Jika tetap ingin menurunkan tarif tiket pesawat, ia tetap menyarankan agar semua pihak yang terlibat dalam industri penerbangan bisa duduk bersama. Sebab , kata dia, masalah kenaikan harga tiket ini harus dianalisis detail penyebab dan jalan keluarnya. “Kalau perlu ada lembaga khusus yang menampung semuanya, jadi hilangkan dulu saling menyalahkannya,” ujar Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia ini.