TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi ingin peningkatan dunia usaha dalam negeri menjadi prioritas dalam lima tahun ke depan. Saat ini nilai investasi dan ekspor Indonesia kalah dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Ia mewanti-wanti agar Indonesia tidak sampai disalip oleh Laos.
Baca: Pengusaha Minta Jokowi Revisi UU Ketenagakerjaan, Ini Sebabnya
Selain itu, Jokowi menyebutkan permasalahan ekonomi Indonesia dari dulu adalah defisit neraca perdagangan. Padahal, hal itu bisa diatasi jika ada kerja sama yang baik antara pemerintah dan pengusaha.
"Bukan barang yang sulit sebetulnya. Namun memang ada regulasi, ada beberapa Undang-undang yang harus memang kami revisi," ujar Jokowi saat menerima pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.
Oleh karena itu, Jokowi meminta kalangan pengusaha tidak ragu dalam memberi masukan kepada pemerintah. Ia bahkan berujar, andaikan Makamah Konstitusi menetapkan Jokowi sebagai presiden terpilih, tak ada beban dalam menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan.
"Saya ngomong apa adanya, karena saya sudah gak ada beban apa-apa. Tolong gunakan kesempatan ini sehingga terobosan-terobosan yang ingin kami lakukan betul-betul yang memberikan efek tendangan kuat bagi ekonomi kita," kata Jokowi.
Jokowi lantas mempersilakan pengusaha memberi masukan terutama terkait regulasi yang ada. Bahkan Jokowi siap mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) untuk memuluskan langkah pengusaha demi memajukan ekonomi Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Hariyadi B Sukamdani mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk merevisi Undang-undang Ketenagakerjaan, terutama terkait dengan investasi padat karya dan jaminan pensiun.
"Tadi kami sampaikan perlu kiranya pemerintah untuk melihat kembali Undang-undang Ketenagakerjaan kita karena undang-undang ini selain sudah 15 kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi juga kenyataannya memang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kondisi saat ini," kata Hariyadi.
Hariyadi mencontohkan mengenai adanya relokasi investasi besar-besaran para pemain industri padat karya ke sejumlah negara antara lain Myanmar, Laos, Bangladesh, dan Vietnam. Padahal, secara ekonomi Indonesia membutuhkan investor industri padat karya untuk menyerap tenaga kerja lokal yang masih berlatar belakang pendidikan SMP ke bawah.
Baca: Di Depan Apindo, Jokowi Singgung Defisit Transaksi Berjalan