TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan asumsi makro ekonomi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2019 akan meleset dari target. Hal itu karena melihat kondisi perekonomian global yang masih dalam gejolak ketidakpastian.
Baca: Sri Mulyani Pastikan Gaji ke-13 PNS Cair 1 Juli 2019
"Jika melihat APBN 2019 ini, maka asumsi makro yang kami gunakan di dalam APBN 2019, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mengalami tekanan, sehingga terjadi downside risk," kata Sri Mulyani di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.
Sri Mulyani mengatakan risiko untuk tahun 2019 telah sudah terjadi downside risk akibat adanya perang dagang. Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang juga memberikan kontribusi negatif terhadap kondisi ekonomi dunia, seperti kondisi Brexit yang masih terus terjadi ketidakpastian.
Selain itu, ada fluktuasi harga minyak dan harga komoditas, juga kondisi geopolitik yang juga mengalami tensi dan juga moderasi pertumbuhan ekonomi Cina. "Kami kemarin baru saja menghadiri pertemuan G20 dan ini masih terkonfirmasi faktor-faktor yang merupakan downside risk saat ini masih cukup terlihat di dalam interaksi di antara para menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20," ujar Sri Mulyani.
Dalam APBN, kata Sri Mulyani, khususnya untuk inflasi masih akan tetap sama akan mengalami penguatan dibandingkan asumsi. Untuk Surat Perbendaharaan Negara atau SPN tiga bulan, dia memprediksi mengalami sedikit tekanan. Hal itu akan terjadi meskipun pada semester kedua 2019 tekanan kenaikan suku bunga global akan berkurang secara drastis.
Sri Mulyani juga memperkirakan asumsi lifting minyak dan gas bakal meleset dari target. "ICP (harga minyak mentah) yang US$ 70 per barel juga diperkirakan akan mengalami tekanan ke bawah. Sedangkan lifting minyak dan gas juga dua-duanya diperkirakan tidak tercapai atau ada risiko mengalami pencapaian yang lebih rendah dari asumsi dengan kondisi tersebut," ujarnya.
Tak hanya itu, Sri Mulyani memprediksi bakal terjadi tekanan terhadap pendapatan negara, di mana hal itu akan terlihat dari sisi hibah perpajakan. Hal itu terjadi bisa berasal dari risiko global penurunan ekspor, investasi dan penurunan dari pendapatan perusahaan yang mengandalkan pada komoditas.
Baca: Genjot Pertumbuhan, Sri Mulyani: Butuh Investasi Rp 5.823 Triliun
Tekanan terhadap pendapatan negara juga berasal dari sisi penerimaan negara bukan pajak atau PNBP, yang masih dominan dari sumber daya alam. "Sisi belanja kita masih melihat tren dari belanja pemerintah yang masih cukup sesuai dengan asumsi awal, yaitu realisasi belanja pada kisaran antara 94 hingga 97 persen," kata Sri Mulyani.