INFO BISNIS – Kementerian Pertanian (Kementan) mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 9,55 juta ton dengan anggaran sebesar Rp 29 triliun pada 2019. Alokasi pupuk bersubsidi pada tahun anggaran 2019 ini menyesuaikan dengan Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) No. 399/KEP-23.3/X/2018 tentang Penetapan Luas Baku Lahan Sawah Nasional Tahun 2018.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan dari segi volume ada sedikit pengurangan jumlah pupuk bersubsidi. Pasalnya, berdasarkan hasil hitungan BPN, luas tanam tanaman pangan berkurang dari 7,7 juta hektare menjadi 7,1 juta hektare. "Berdasarkan DIPA 2019, anggaran untuk subsidi pupuk 2019 sebesar 9,55 juta ton, sedangkan dari Permentan Nomor 47 Tahun 2018 sebesar 8,874 juta ton," ujar Sarwo Edhy, Rabu, 12 Juni 2019.
Baca Juga:
Adapun rinciannya dari DIPA 2019 adalah urea 4,1 juta ton, SP 36 850.000 ton, ZA 1,05 juta ton, NPK 2,55 juta ton, dan organik 1 juta ton. Sementara rincian dari Permentan Nomor 47 Tahun 2018 adalah urea 3,825 juta ton, SP 36 779.000 ton, ZA 996 ribu ton, NPK 2,326 juta ton, dan organik 948.000 ton. “Ini berbeda karena DIPA berdasarkan serapan tahun sebelumnya, sedangkan Permentan berdasarkan proposional luas baku lahan,” kata Sarwo Edhy.
Direktur Pupuk dan Pestisida, Muhrizal Sarwani, menambahkan Permentan mengajukan subsidi pupuk melihat dari luas baku areal persawahan saat ini yang semakin berkurang. Berdasarkan data dari BPN dari 2013-2018 terjadi pengurangan sebanyak 689.519 hektare, sedangkan data berdasarkan konfirmasi gubernur/bupati seluruh Indonesia terjadi pengurangan sebanyak 865.063 hektare.
“Kalau Permentan Nomor 47 Tahun 2018 mengacunya terhadap luas lahan baku dari BPN, secara nasional akan terjadi kekurangan alokasi pupuk sebesar 676.000 ton. Makanya kalau DIPA mengacunya kepada serapan tahun sebelumnya. Tetapi, Permentan dapat disesuaikan dengan anggaran apabila diperlukan,” ucap Muhrizal.
Baca Juga:
Berdasar data dari BPN di 2013 yang luas baku lahan sawah 7,7 juta ha itu berkurang menjadi 7,1 jt ha. Hal ini berimbas pada pengurangan alokasi pupuk di wilayah-wilayah tertentu.
Hasil pengecekan bersama antara ATR dan Kementan, terdapat ketidaksesuaian data dengan kondisi di lapangan. Sehingga Kementan menunggu hasil verifikasi teknis atas luas baku lahan dari Kemen ATR/BPN. "Posisi kementan itu pada tahap menunggu hasil inventarisir dan verifikasi BPN, BPS, dan BIG," tuturnya.
Sehubungan dengan data dari ATR, Kementan meminta Dinas Pertanian Kabupaten untuk tidak mengalokasikan pupuk di wilayah-wilayah tertentu yang dianggap tidak ada luas baku lahan oleh ATR. "Kementan tidak mengalokasikan karena memang based on data ATR. Dan dialokasi anggaran pupuk subsidi yang semula Rp 29,5 triliun diblokir sebesar Rp 2,17 triliun sampai luas baku lahan ini clear," katanya. (*)