TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjawab tudingan politikus Partai Gerindra, Bambang Haryo, yang menyebutnya menyebar hoaks. Bambang menyebut Sri Mulyani mengungkapkan kabar bohong karena menyatakan pelemahan ekonomi terjadi lantaran imbas dari perang dagang Amerika Serikat dan Cina.
Baca juga: Gerindra Tuding Pernyataan Sri Mulyani dan Darmin Nasution Hoaks
Mula-mula Sri Mulyani menjelaskan, bukan hanya Indonesia yang mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi. Namun keadaan ini juga dirasakan sejumlah negara. Pelemahan pertumbuhan ekonomi secara global tersebut telah dibahas dalam pertemuan G20 bersama negara-negara anggota yang digelar di Jepang baru-baru ini.
"Perekonomian global masih dipenuhi tantangan dan ketidakpastian akibat eskalasi perang dagang, persaingan geopolitik, dan fluktuasi harga komoditas," ujar Sri Mulyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2019.
Menurut Sri Mulyani, sentimen global telah menyebabkan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, pelemahan investasi, dan perdagangan global. Adapun karena sengketa dagang, pertumbuhan ekonomi dunia dipangkas 0,3 persen menjadi hanya 2,6 persen menurut Bank Dunia; 3,3 persen menurut IMF; dan 3,2 persen menurut OECD.
Kondisi ini turut mempengaruhi perdagangan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, kata dia, ekspor pada kuartal pertama 2019 mengalami kontraksi. Kontraksi ini sebetulnya juga sudah dirasakan pada 2014 hingga 2017. Namun pada kuartal keempat IV mulai bergerak positif.
"Tetapi tiba-tiba pada 2018 Presiden (Amerika Serikat Donald) Trump membuat seluruh dunia merevisi proyeksi perekonomian," ujarnya. Karena itu, saat ini Indonesia dihadapkan dengan tantangan untuk kembali meningkatkan ekspor.
Dalam rapat paripurna tentang tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN 2020, Bambang Haryo berkukuh perang dagang seharusnya bukan menjadi alasan perlambatan ekonomi Indonesia. Ia menilai, di tengah sentimen dagang, negara-negara lain masih dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menggenjot industri.
Bambang mencontohkan perkembangan industri Vietnam pada kuartal I/2019 yang menguat hingga 86 persen. Sebab, di tengah sentimen dagang, banyak industri manufaktur Cina yang berpindah ke negara itu. Industri manufaktur juga beralih ke Kamboja, bahkan Malaysia. “Seharusnya Indonesia juga bisa memperoleh kesempatan dan dimanfaatkan betul,” ujarnya.
Baca juga berita Sri Mulyani lainnya di Tempo.co