TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo, menuding pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution yang menyebut pelemahan ekonomi terjadi karena imbas dari sengketa dagang Amerika Serikat dan Cina, merupakan hoaks. Tudingan tersebut ia sampaikan dalam rapat paripurna tentang tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN 2020.
Baca: G20 Ingatkan Risiko Perang Dagang AS-Cina terhadap Pertumbuhan
Baca Juga:
“Kami tidak sependapat yang disampaikan Menteri Keuangan dan Menteri Ekuin (Koordinator Bidang Perekonomian) soal perlambatan ekonomi global. Itu pembohongan, hoaks untuk masyarakat,” ujar Bambang di ruang rapat paripurna, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2019.
Bambang berkukuh, perang dagang seharusnya bukan menjadi alasan perlambatan ekonomi Indonesia. Ia menilai, di tengah sentimen dagang, negara-negara lain masih dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menggenjot industri.
Bambang mencontohkan perkembangan industri Vietnam pada kuartal I/2019 yang menguat hingga 86 persen. Sebab, di tengah sentimen dagang, banyak industri manufaktur Cina yang berpindah ke negara itu. Industri manufaktur juga beralih ke Kamboja, bahkan Malaysia. “Seharusnya Indonesia juga bisa memperoleh kesempatan dan dimanfaatkan betul,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam pemaparannya di sidang paripurna mengatakan, sentimen dagang yang berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi global telah dibahas oleh negara-negara anggota G20. Dalam pertemuan yang dilaksanakan di Jepang baru-baru ini, Sri Mulyani menyebut anggota G20 sudah mewaspadai adanya risiko perdagangan yang makin besar hingga akhir tahun ini.
Baca: Sri Mulyani Beli Buah Tangan untuk Cucu Bersama Bos IMF di Jepang
“Kondisi terkini perekonomian global saat ini menyebabkan pelemahan investasi dan pelemahan global,” ucap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Secara global, Sri Mulyani menjelaskan, tensi perdagangan akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,5 persen. Angka ini lebih besar dari perhitungan sebelumnya yang hanya sebesar 0,2 persen. Dengan kondisi ini, Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dan Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global bakal merosot dan volume perdagangan internasional mengalami pelemahan.