TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi panelis dalam acara G20 Ministerial Symposium on International Taxation Session I di Holten Hilton, Fukuoka, Jepang. Dalam acara itu, Sri Mulyani membahas mengenai perpajakan dalam tema "Tax Challenges Arising from Digitalization."
Baca juga: Pasca Lebaran, Sri Mulyani Berharap Tingkat Konsumsi di Atas 5 Persen
"Saya menyampaikan bahwa era digital telah memengaruhi berbagai hal dalam kehidupan masyarakat termasuk soal perpajakan," kata Sri Mulyani melalui akun instagram miliknya yang diunggah pada Sabtu, 8 Juni 2019.
Adapun dalam acara tersebut, Sri Mulyani menjadi panelis bersama dengan menteri-menteri keuangan di sejumlah negara seperti Taro Aso, Liu Kun, Bruno Le Maire, Phillip Hammond dan Steven Mnuchin. Selain itu, dalam panelis itu hadir pula Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) Angel Gurria.
Sri Mulyani mengatakan saat ini Indonesia memiliki 260 juta populasi penduduk dan 100 jutaan pengguna internet. Namun, realisasi penerimaan perpajakan masih belum tercermin dari besaran pengguna internet dan jumlah penduduk tersebut.
Menurut Sri Mulyani, di era digital, salah satu aspek dalam perpajakan tidak hanya mendasarkan physical presence atau kehadiran secara fisik para pengusaha yang melakukan kegiatan di Indonesia. Oleh karena itu, saat ini prioritas tertinggi adalah melakukan redefinisi dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau permanent establishment.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, dengan semakin kompleksnya struktur ekonomi digital, tantangan pemerintah adalah membuat formulasi kebijakan. Khususnya soal perhitungan kuantitatif mengenai pentingnya kehadiran atau significant presence.
"Tantangan lain adalah bagaimana mendefinisikan low or no tax jurisdictions dan juga bagaimana mengalokasikan hak pemajakan, terutama formula dan dasar perhitungannya," kata Sri Mulyani.