TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI Haryadi Sukamdani mengakui, bisnis hotel di Indonesia Timur babak belur setelah perusahaan maskapai mematok harga perjalanan pesawat menyentuh tarif batas atas. Menurut Haryadi, sejak harga tiket pesawat melonjak, okupansi hotel di beberapa kota merosot signifikan hingga 30 persen.
BACA: Aksi 22 Mei, Tingkat Hunian Hotel di Kawasan Jalan Thamrin Anjlok
"Paling tajam penurunannya, yang kemarin sempat kami pantau, adalah di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, itu 10-30 persen," ucapnya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Rabu, 5 Juni 2019.
Kondisi yang tak jauh berbeda terjadi saat masa libur Lebaran Juni ini. Pada tahun-tahun sebelumnya, tingkat keterisian hotel pada hari H Idulfitri mengalami peningkatan. Namun, tren peningkatan okupansi itu tidak terjadi lagi di periode yang sama tahun ini.
BACA: Ada Hotel Berbentuk Gitar Senilai Rp 21 Triliun di Amerika
Haryadi memprediksi okupansi hotel di sebagian kota di Indonesia timur akan terus merosot pada masa setelah Lebaran. Sebab, selepas Lebaran, Indonesia akan kembali memasuki masa sepi kunjungan atau low season. Bahkan, menurut dia, menurunnya tingkat okupansi hotel akan merembat ke wilayah lain, seperti Maluku.
"Mungkin di antara kota di Indonesia Timur, Jayapura agak sedikit stabil karena jumlah kamarnya relatif sedikit," ucapnya.
Menurut Haryadi, okupansi hotel yang masih bertumbuh ialah yang berlokasi di sekitar Tol Trans Jawa. Pertumbuhan terlihat saat masa Lebaran 2019, okupansi hotel di sejumlah kota dekat jalan tol melonjak. Ditengarai, kondisi ini terjadi karena infrastruktur yang menghubungkan Jakarta-Probolinggo telah kelar, sehingga masyarakat banyak memanfaatkan kendaraan darat untuk melakoni perjalanan.
Badan Pusat Statisik sebelumnya mencatat telah terjadi penurunan tingkat hunian kamar hotel berbintang pada Maret 2019 sebesar 4,21 poin ketimbang periode yang sama pada tahun sebelumnya atau year on year. Pada Maret, rata-rata okupansi hotel hanya 52,89 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan merosotnya okupansi terjadi karena kenaikan harga tiket pesawat. "Kenaikan harga ini akan menghantam ke pariwisata ditandai dengan menurunnya hunian di hotel berbintang, juga ke banyak hal. Jangan dipandang hanya berimbas ke sektor transportasi saja,” ujarnya saat ditemui di kantor BPS, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Mei lalu.