TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi baru saja melontarkan ide untuk mengundang maskapai asing di rute domestik demi menurunkan harga tiket pesawat. Kementerian Perhubungan pun mematangkan tiga pertimbangan utama terkait wacana open sky tersebut.
Baca: Jokowi Undang Maskapai Asing, Budi Karya Soroti Asas Cabotage
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, hingga saat ini belum ada maskapai asing yang secara spesifik mengungkapkan minatnya untuk beroperasi di pasar dalam negeri. Namun, lazimnya dalam investasi apabila ada yang menawarkan maka ada yang berminat.
"Dalam kajian ini kami akan lakukan secara cermat untuk asas cabotage, safety, dan pemerataan rute," kata Budi, di Jakarta, Senin 3 Juni 2019.
Dia menjelaskan dalam asas cabotage, maskapai asing wajib menggandeng perusahaan dalam negeri untuk bisa beroperasi di Tanah Air. Selanjutnya, kepemilikan saham mayoritas harus berada di perusahaan dalam negeri minimal 51 persen.
Syarat lainnya, kata Budi Karya, maskapai asing harus memenuhi aturan soal keselamatan, salah satunya adalah terkait dengan umur pesawat yang akan dioperasikan. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 7/2016, pesawat yang pertama kali didaftarkan di Indonesia adalah berusia maksimal 10 tahun.
Poin terakhir adalah soal pemerataan rute penerbangan. Menurut Budi Karya, maskapai tidak hanya mendapatkan izin rute penerbangan gemuk, tetapi juga harus melayani rute penerbangan perintis. "Saya mesti matangkan regulasinya. Setelah Lebaran baru ada hal yang dilakukan," ujarnya.
Pengamat penerbangan Indonesia Aviation Center, Arista Atmadjati, memandang usulan Jokowi soal maskapai asing ini semestinya bukan momok bagi bisnis penerbangan dalam negeri. “Karena maskapai dalam negeri kita, seperti Lion Air, itu kan buka di luar negeri lebih dulu. Maskapai kita sudah lebih agresif,” ucap Arista saat dihubungi Tempo pada Senin, 3 Juni 2019.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS