Misalnya, soal pengenaan PPN atas penjualan LPG PT Pertamina (Persero) untuk keperluan inject LNG kepada ENI Muara Bakau sebesar Rp 118,34 miliar belum ditentukan statusnya.
Pertamina juga dianggap tidak konsisten menetapkan pembanding dalam menentukan pemenang strip deal dalam menjual LNG Bagian Negara menggunakan batas harga pasar RIM atau platts terendah dalam melakukan penawaran lelang secara spot.
Pertamina juga tidak mengambil penawaran dari calon buyer dengan formula Japan Korea Marker (JKM) yang lebih tinggi dari Japan Crude Cocktail (JCC), serta belum menyusun standar dan acuan yang pasti dalam menentukan harga penjualan LNG.
Terkait temuan-temuan BPK tersebut, President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan, untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri, pihaknya mengutamakan penyerapan LNG dari sumber domestik termasuk produksi LNG dari sumber gas Pertamina Hulu Mahakam (PHM), Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS), IDD Bangka, dan Eni Muara Bakau.
“Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan fasilitas kilang Badak LNG,” katanya kepada Bisnis, Senin 3 Juni 2019.
Baca juga: LKPP 2018, BPK Temukan Lonjakan Piutang Perpajakan
Fajriyah menambahkan, supply dan demand gas sangat dinamis dan banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti harga migas dunia, nilai tukar dan tingkat pertumbuhan industri dalam negeri (pengguna gas).
“Rencana pengembangan bisnis Pertamina mencakup Portfolio LNG yang mengacu pada Neraca Gas Indonesia sampai tahun 2025 dan kajian independen, telah tercantum dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan [RJPP] dengan mengoptimalkan pasokan LNG domestik termasuk pendistribusiannya sampai ke remote area di wilayah Indonesia Tengah dan Timur,” ungkap Fajriyah.
BISNIS