TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP, Ardan Adiperdana mengatakan pada proses perekaman atau database peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan, ada 27,4 juta data yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki.
Baca: Audit BPKP: Total Kewajiban BPJS Kesehatan Capai Rp 19,41 Triliun
"Dalam artian ada 17,17 juta NIK-nya itu tidak lengkap, kemudian 0,4 juta NIK berisi campuran alfa numerik," kata Ardan saat menyampaikan hasil audit itu dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Komisi IX di kompleks DPR, Jakarta, Senin, 27 Mei 2019.
Selain itu, Ardan juga mengatakan ada 10 juta lebih NIK ganda. Artinya, satu NIK digunakan oleh beberapa orang. Kemudian, ada juga fasilitas kesehatannya masih belum terisi atau null. Tak hanya itu, ada juga 0,13 juta nama tidak berisi special character.
Dalam rapat yang dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Sigit Priohutomo, dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris. Adapun audit BPKP keseluruhan itu dilakukan dalam waktu sekitar tiga bulan dengan 1.800 auditor.
Hasil audit menyarankan dalam kepesertaan dan penerima iuran menyarankan untuk mempercepat proses data kepesertaan bermasalah dan pemuktahiran data kepesertaan. Selain itu perlu mengefektifkan upaya ektensifikasi dan intensifikasi kepesertaan dan kolektibilitas iuran pada segmen badan usaha dan peserta bukan penerima upah.
Pada biaya manfaat dan jaminan kesehatan, Ardan menyarankan untuk memperkuat implementasi sistem pencegahan kecurangan pada BPJS Kesehatan. Juga meninjau kembali penetapan kelas rumah sakit secara optimal sebagai bahan penyesuaian perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit.
Baca: BPJS Kesehatan Akan Beri Data Potensi Calon Investor ke BEI
"Pada strategic purchasing di FKTP. Perlu meninjau ulang kebijakan mengenai pemberian dana kapitasi kepada FKTP," ujar Ardan.
Simak berita lainnya terkait BPJS Kesehatan di Tempo.co.