TEMPO.CO, Jakarta - Anjloknya nilai tukar rupiah ke level Rp 14.500-an per Dolar AS dinilai sebagai hal yang harus diwaspadai. Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Abra Talattov, menilai melemahnya kurs rupiah tersebut semata-mata bukan karena dipengaruhi faktor fundamental, tapi karena faktor keamanan.
Baca: Ricuh Demo 22 Mei, Rupiah Melemah 26 Poin
"Jadi sekarang, pergerakan indikator makro terutama pasar modal maupun rupiah, tidak lagi dipengaruhi oleh faktor fundamental, tapi lebih ke faktor krusial dan keamanan," ujar Abra ketika dihubungi, Rabu, 22 Mei 2019. "Kalau selama ini pergerakannya karena bisnis, sekarang keamanan jadi faktor utama fluktuasi rupiah dan perkembangan indeks di pasar modal."
Abra menilai unjuk rasa memprotes hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berlangsung hingga dua hari belakangan ini bisa menjadi sentimen negatif bagi perekonomian. Apalagi bila aksi-aksi tersebut cenderung anarkis dan berlarut-larut.
Oleh karena itu ia menilai bahwa pemerintah harus memperhatikan stabilitas ekonomi jangka pendek, terutama pascapengumuman hasil rekapitulasi nasional pemilu 2019 oleh KPU.
"Kalau kita lihat hari-hari ini terutama ya satu minggu ini, terutama pascapengumuman KPU, yang paling mengkhawatirkan adalah stabilitas ekonomi jangka pendek karena ini jadi titik krusial juga untuk menata ekonomi kita," ucap Abra. "Terutama dalam masa-masa transisi sampai nanti pelantikan pemerintahan baru."
Abra menjelaskan, pada pekan lalu, aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan domestik (capital outflow) mencapai Rp 11,3 triliun. Hal tersebut menunjukkan ada kecemasan dan juga kekhawatiran dari investor. "Capital outflow Rp11 triliun itu angka yang cukup besar," katanya.
Ia lalu membandingkan, di situasi normal, seperti di tahun 2018, "net sell" asing pada tahun itu hanya sekitar Rp 50 triliun. "Ini dalam waktu satu pekan Rp 11 triliun, itu kan cukup mencemaskan," kata Abra.
Pada pagi hari ini IHSG dibuka melemah di level 5.948,383 dibandingkan penutupan Selasa sore yang ditutup di level 5.951,371. Sementara nilai tukar rupiah yang dirilis Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor pagi ini dibuka melemah. Dari Rp 14.462 per Dollar AS pada 21 Mei, menjadi Rp 14.488 pada 22 Mei 2019.
Baca: Defisit Perdagangan, Rupiah Jeblok ke 14.463 per Dolar AS
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai pelemahan rupiah ini hanya euforia pasar semata karena sentimen memang biasa terjadi di pasar. "Itu kalau sentimen bukan sesuatu yang riil nanti dia koreksi sendiri, ya baik baik saja (situasi secara keseluruhan)," ujarnya.
ANTARA